|| nuli bakal lair | sawijining manungsa kang linuwih, kapilih | kang miwiti uripe nyarira batur najis | nanging ing titiwancine piyambake bakal madeg raja tinresnan | kang bakal kalebu ati marang kawulane nganti salawase...

|| dan kelak akan lahir | satu manusia yang dipilih | yang mengawali kehidupannya sebagai budak hina | namun kemudian menjadi raja | yang dikenang sepanjang waktu...

Selasa, 26 April 2011

Perihal Halaman 'Beranda Cerita'

Di naskah asli Untung Surapati, sebenarnya saya mecuplik sebuah kisah dari buleleng.com yang mengisahkan saat-saat hilangnya putra I Ngurah Jelantik.

Awalnya cuplikan itu saya rencanakan ada di halaman paling awal (halaman 1, sehingga halaman judul ada di halaman 3). Metode ini sering digunakan oleh beberpa penerbit. Sekedar untuk menandakan bila tulisan itu ada sedikit ‘di luar’ novel’. Namun oleh penerbit halaman tersebut kemudian di jadikan halaman ‘Beranda Cerita’

Hal ini saya lakukan karena: tak ada data masa kanak tokoh Untung Surapati. Namun sosok Untung Surapati yang berada di Banten dan Batavia, seperti ‘tiba-tiba’ saja menjadi orang Bali. Saya harus mengambil satu benang merah yang menghubungkan fakta tersebut.
Berikut petikannya;

Masih di penggalan hari di tahun 1664.
Waktu itu hari mulai gelap, dan kabut mulai bergerak merayap ke sudut-sudut malam. Ini tak seperti basanya. Tanah Bali di waktu malam tak selalu tertutup kabut. Hanya malam ini saja. Seakan-akan ada, hanya sekedar untuk menutupi iring-iringan itu.
I Gusti Ngurah Jelantik, ayah I Gusti Panji dari Puri Jelantik, wafat karena usianya lanjut. Beliau digantikan oleh putranya yang bernama I Gusti Gde Ngurah, yang tak lain adalah adik tiri I Gusti Ngurah Panji. Setelah dinobatkan, I Gusti Gde Ngurah bergelar I Gusti Ngurah Jelantik, sama dengan gelar ayahnya. Namun karena masih sangat muda, beliau kemudian dibina oleh pamannya, I Gusti Gde Pring.
Pada saat itu, Patih Dalem, I Gusti Agung Maruti sangat ambisius, dan ingin mengambil kekuasaan kerajaan Gelgel. Ia bermaksud mengambil keris pusaka I Gusti Ngurah Jelantik yang bernama Ki Pencok Sahang, yang dulu pernah dipakai mengalahkan Ki Dalem Dukut di Nusa. Tentu saja I Gusti Ngurah Jelantik menolak untuk menyerahkan keris pusaka warisan leluhurnya, yang merupakan anugrah Batara di Pura Besakih.
Karena itulah, I Gusti Agung Maruti kemudian berkali-kali mengerahkan pasukannya untuk membunuh I Gusti Ngurah Jelantik atas nama Kerajaan Gelgel. Tetapi usahanya itu selalu saja tak berhasil.
Untuk menghindari kejadian yang makin meruncing, I Gusti Ngurah Jelantik beserta pamannya, I Gusti Gde Pring, menyelamatkan diri serta keluarganya dengan mengungsi ke daerah barat bersama para pendukung setianya.
Hingga akhirnya, di malam ini, sampailah mereka di tepi sungai Ayung. Perlahan, dengan berjalan beriringan dan berpegangan tangan, mereka melalui titi gantung, sejenis jembatan dari tali, yang ada di atas sungai Ayung.
Namun setelah sampai di seberang, baru disadari bahwa putra kedua I Gusti Ngurah Jelantik telah lepas dari rombongan. I Gusti Ngurah Jelantik segera memerintahkan para pengiringnya untuk kembali dan mencari putranya yang baru berumur sekitar 4 tahun itu.
Namun usaha itu sia-sia belaka. Walau telah mencari kemana-mana, putra I Gusti Ngurah Jelantik seakan telah hilang tertelan kabut tebal. Maka dengan perasa sedih, iring-iringan pun kemudian melanjutkan perjalanan menuju Desa Marga, Mengwi.
Kelak diyakini, bocah itulah yang kemudian dikenal dengan nama Untung Surapati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar