|| nuli bakal lair | sawijining manungsa kang linuwih, kapilih | kang miwiti uripe nyarira batur najis | nanging ing titiwancine piyambake bakal madeg raja tinresnan | kang bakal kalebu ati marang kawulane nganti salawase...

|| dan kelak akan lahir | satu manusia yang dipilih | yang mengawali kehidupannya sebagai budak hina | namun kemudian menjadi raja | yang dikenang sepanjang waktu...

Kamis, 25 Agustus 2011

Review Untung Surapati, oleh Review Buku

Sumbangsih Yudhi Herwibowo bagi kesusastraan Indonesia perlu kita apresiasi. Dia mengubah teks sejarah yang jarang bisa dinikmati khalayak umum, menjadi sebuah novel yang menarik. Dan yang sudah saya baca, diantara novel sejarahnya yang lain, adalah Untung Surapati ini.

Untung Surapati adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang saya ragu kalau siswa – siwa kita tahu tentang dia. Saat saya kecil dulu, kisah Untung Surapati dan Kapten Tack dibuat umbul (kertas kecil – kecil bergambar yang dimainkan dengan cara melemparkannya ke udara). Jadi, meskipun hanya sedikit, kita mengenal Untung Surapati ini. Namun, sekarang siapa yang mau memainkan umbul?

Saya tidak tahu apakah Untung Surapati tercantum dalam buku teks IPS saat ini. Akan tetapi, meskipun tercantum, buku teks tetaplah buku teks – sangat sedikit menarik perhatian kita. Oleh karena itu, jerih payah Yudhi Herwibowo dalam meramu teks sejarah menjadi sebuah novel sejarah yang istimewa ini sangat perlu kita hargai.
Untung Surapati, awalnya adalah seorang budak dari Mijnheer Moor. Badannya yang kecil dan kurus membuat teman – teman budak yang lain memanggilnya dengan sebutan “kurus”. Dan ia, sampai beberapa saat, memang dipanggil dengan sebutan itu. Namun, Mijnheer Moor merasa selalu mendapatkan keuntungan setelah si Kurus ikut dengannya. Karena itulah Moor mengubah nama Kurus itu menjadi Untung. Sejak itulah nama Untung melekat pada dirinya.

Karena kesetiaannya kepada keluarga Moor, Untung mendapatkan perlakuan istimewa. Saban hari Untung bermain dengan anak Mijnheer Moor yang bernama Suzanne. Dan selama ia masih bermain dengan Suzanne, ia dibebaskan dari tugas – tugas yang lain. Suzanne senang sekali dengan kupu – kupu sehingga ia selalu mengajak Untung untuk menangkapnya. Tidak ada yang menduga bahwa kebiasaan Suzanne dan Untung saat masih kanak – kanak ini akan tetap mewarnai sejarah kehidupan Untung Surapati hingga ia menjadi dewasa.

Dalam sebuah kesempatan, Untung melihat sesosok manusia yang berlari di atas air. Ia menjadi begitu kagum dengan orang ini. Karena kekaguman yang luar biasa itulah ia berani mencegat orang yang bisa berlari di atas air ini di ujung sungai. Orang sakti ini adalah Ki Tembang Jara Driya. Orang yang berambut putih meskipun masih muda ini kemudian menjadi guru bela diri Untung Surapati. Ki Tembang pulalah yang pertama kali mengenalkan Untung dengan kondisi bangsanya yang sedemikian sengsara.
Menurut saya, Suzanne dan Ki Tembang adalah dua orang yang membuat Untung menjadi pejuang bagi bangsanya. Jika tidak ada Suzanne, mustahil Untung melakukan pemberontakan. Dan jika tidak ada Ki Tembang, Untung tidak akan mampu melakukan perlawanan. Keadaan semacam ini bukanlah keadaan biasa yang bisa terjadi pada setiap orang. Oleh karena itu, kesimpulan saya, Untung sedari awal memang telah dipersiapkan (baca: ditakdirkan) untuk menjadi seorang pahlawan. Karena dua orang ini, Untung menjadi orang yang terkenal. Bagi pribumi ia pahlawan dan bagi VOC, ia adalah duri dalam daging yang seharusnya segera dibinasakan.

Novel Untung Surapati ini ditulis dengan gaya tutur yang mengalir lancar. Membaca novel ini, bagi saya layaknya menonton wayang wong – akhir cerita sudah sedemikian terang benderang. Namun, penulis mampu membangkitkan keingintahuan pembaca sedari awal. Pada bagian prolog, penulis menuturkan cerita penangkapan Untung Surapati. Awalnya Untung telah diumumkan mati dan dikubur di dua tempat yang berbeda. Namun terdengar desas – desus bahwa Untung sebenarnya masih hidup. Karena itu kompeni mengutus Majoor Goovert Knole untuk membasmi pemberontak dan pengikutnya ini. Dalam peperangan kecil, akhirnya Knole berhasil mengalahkan pasukan Untung. Setelah kekalahan itulah Knole berusaha memastikan bahwa Untung telah tewas dengan membuka tandu yang diyakini dipakai untuk mengangkut Untung. Yudhi menuliskannya dengan bahasa yang membangkitkan minat ingin tahu:

Tangannya kemudian segera menyibak kain yang menutup tandu itu. Dan, detik itu juga, ia terbelalak!

Sayangnya, di beberapa bagian terdapat hal yang menurut saya menjadi kekurangan dari novel ini:
Pertama, penulis terlalu berpanjang lebar dengan fakta – fakta sejarah. Di awal – awal buku ini penulis bahkan menuliskan kalimat berikut: VOC merupakan singkatan dari.......... Menurut saya, apalagi ditulis di awal novel, fakta – fakta seperti ini kembali menurunkan minat pembaca untuk membaca lebih lanjut setelah tersulut minatnya dengan membaca prolog.
Kedua, ketimbang menjlentrehkan fakta sejarah dengan panjang lebar, menurut saya akan lebih baik bagi penulis untuk mengeksplorasi kondisi batin tokoh – tokohnya. Bagaimana perasaan Suzanne ketika Untung melarikan diri, bagaimana saat – saat terakhir Suzanne menemui ajal, dan bagaimana kesedihan Untung saat mendengar berita kematian kekasihnya saya rasa kurang dikembangkan.
Ketiga, ketidak konsistenan penulis dalam menggunakan istilah “Kakak” dan “Kakang”. Kedua kata ini bermakna sama. Namun mengapa Untung memanggil Pande dengan sebutan “kakak”, Suzanne juga memanggil Untung dengan sebutan “Kakak”, sedangkan Raden Ayu Goesik memanggil Untung dengan sebutan “Kakang”?

Itu kelemahan novel ini menurut saya. Akan tetapi, kelemahan ini tidak perlu mengurangi niat kita untuk mengapresiasi jerih payah Yudhi Herwibowo dalam mengangkat kisah sejarah, yang bisa jadi tidak diminati banyak orang, menjadi sebuah cerita yang apik.

http://hurufbuku.blogspot.com/2011/08/untung-surapati.html

Video Untung Surapati kedua

Review Untung Surapati, oleh Alvina Vanila

Untung Surapati
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penerbit : Metamind – Tiga Serangkai
Cetakan pertama : Februari 2011
Tebal : 660 halaman
ISBN : 978-602-98549-1-6

Perjalanan ini dimulai dengan dipilihnya dua orang budak anak-anak di pasar Banten oleh Kapitein Van Beber, perwira VOC senior yang sebelumnya bertugas di Makasar. Kepindahannya ke Batavia membuat ia membutuhkan budak untuk membantu mengangkut barang-barang dan keperluan lainnya. Namun setibanya di Batavia, kehadiran dua budak anak-anak itu sudah tidak dibutuhkan lagi, maka ia memberikan budak-budak itu kepada seorang sahabatnya, saudagar dari Belanda yang bernama Mijnheer Moor.

Mijnheer Moor memiliki seorang anak perempuan bernama Suzanne, kedua budak anak-anak yang diketahui bernama Si Pande dan Si Kurus itu dengan cepat menjadi teman bermain bagi Suzanne. Nona kecil itu yang tadinya sakit-sakitan berubah menjadi periang dan semakin sehat, kehidupan si Pande dan Si Kurus pun berubah menjadi jauh lebih layak, karena mereka lebih banyak diperintahkan untuk menemani Juffrouw Suzanne bermain daripada bekerja keras sebagai budak.

Suatu hari, si Pande melarikan diri dari rumah Mijnheer Moor, ia menginginkan kebebasan sepenuhnya, meninggalkan Si Kurus yang memang tidak mau diajak pergi bersamanya. Dari hari-hari itulah, Si Kurus mulai menghabiskan harinya berdua saja dengan Suzanne. Ketika Si Kurus tinggal di rumah Mijnheer Moor, hari-hari penuh keberuntungan selalu memayungi Mijnheer Moor, ini yang membuat Mijnheer Moor memutuskan untuk memberikan nama bagi anak laki-laki itu bukan dengan sebutan Si Kurus lagi, tetapi berubah menjadi Untung.

Persahabatan yang dijalani Suzanne dan Untung berdua saja tak urung menanamkan benih-benih cinta diantara keduanya, meski akibatnya Mijnheer Moor marah besar dan menyiksa Untung dengan menjebloskannya ke dalam penjara bersama tahanan lainnya. Tapi Suzanne demikian besar memperjuangkan cintanya terhadap Kakak sepermainannya itu, maka ia membantu Untung dan seluruh tawanan untuk melarikan diri.

Untung yang kemudian melarikan diri bersama Suzanne, memilih kediaman Ki Tembang Jara Driya yang merupakan guru bela dirinya selama ini sebagai tempat persembunyian. Tetapi akhirnya Untung memilih berpisah dari Suzanne, demi keselamatan mereka berdua yang sudah pasti dikejar oleh pasukan Mijnheer Moor.

Dari pelarian diri inilah, Untung mulai melakukan penyerangan terhadap VOC sedikit demi sedikit. Ia melakukan penyerangan dengan teman-teman yang melarikan diri bersamanya yang telah mengikat janji untuk terus mengikuti Untung kemanapun ia pergi. Peperangan yang satu demi satu terus dilalui Untung dan pasukannya makin meneguhkan namanya sebagai seorang yang ditakuti oleh VOC, disegani para pemberontak lainnya dan dikagumi rakyat jelata. Sementara banyak penguasa daerah yang diam-diam memberikan bantuan kepadanya, tak sedikit pula yang secara terang-terangan menentang Untung dan membela VOC. Mereka menganggap Untung dan gerombolannya hanyalah kelompok kraman (perampok) biasa.

Perjalanan Untung ini berawal dari Batavia, lalu memenuhi janjinya terhadap Pangeran Purbaya untuk mengembalikan istri Pangeran, Raden Ayu Goesik Kusuma ke Kartasura, dan terus melawan VOC dengan bertahan di Pasuruan. Novel sejarah ini alurnya cepat, meski penuh detail kesejarahan, tapi masih bisa membuat kita betah membacanya. Juga terlihat ciri khas tulisan Mas Yudhi yang banyak menyertakan detail tempat atau suasana dan sering menyelipkan keindahan bahasa dalam beberapa bagian cerita,

“Dan bagaimana engkau melukiskan waktu? Mungkin itu bagai walet-walet yang selalu terbang di atas kepala kita, kala senja mulai tiba. Tak pernah benar-benar tersadari. Karena engkau tak akan pernah benar-benr mencoba untuk menghitungnya? “

Sayangnya masih ada beberapa kali ketidak konsistenan penulisan nama, atau kesalahan pengejaan dan beberapa typo yang cukup membuat saya terganggu waktu membacanya. Tapi selain itu, novel ini membuat saya yang tadinya paling ngantuk kalau baca buku sejarah menjadi bersemangat. 4 bintang untuk Untung Surapati!!

Sedikit tentang Untung Surapati dan sastra
Seorang penulis bernama Melati van Java mengangkat kisah Untung Surapati dalam sebuah roman berbahasa Belanda. Roman tersebut berjudul Van Slaaf Tot Vorst, diterbitkan oleh Blom & Olivierse pada tahun 1887 dalam Bahasa Belanda. Melati van Java adalah nama samaran dari Nicolina Maria Sloot, seorang Belanda yang dilahirkan dan pernah menetap selama 18 tahun di Semarang. Selain Melati van Java, Abdoel Moeis juga mengangkat kisah tentang Untung Surapati dalam bentuk roman. Seperti yang telah banyak kita ketahui, Abdoel Moeis adalah pengarang Salah Asuhan, dan pernah menerjemahkan Tom Sawyer Anak Amerika pada tahun 1928.

Karya Melati van Java pada tahun 1898 terbit di tanah Hindia, diterjemahkan oleh FH Wiggers. Wiggers dikenal sebagai jurnalis peranakan Eropa yang memelopori produksi karya-karya sastra di negeri ini. Tapi sayangnya saya belum berhasil menemukan referensi lainnya yang menyebutkan tentang roman sejarah ini.

Ya, seperti kisah manusia pada umumnya, demikian juga dengan kisah pejuang. Selalu ada roman yang mengiringi jejak-jejak mereka yang bersejarah...

Review Untung Surapati, oleh Dion Yulianto

Untung Surapati
Judul : Untung Surapati
Pengarang : Yudhi Herwibowo
Editor : Sukini
Desain Sampul : Rendra TH
Desain Isi : Rendra TH
Layouter : Tri Mulyani Ch.
Cetakan : Pertama, Februari 2011
Tebal : 660 hlm
Penerbit : Metamind

Kita mengenal namanya, namun belum tentu kita mengenal dengan mendetail kehidupan dan sepak terjangnya. Ia memang sudah dimasukkan sebagai salah satu pahlawan nasional, yang gigih menentang penindasan dan kekuasaan kolonial di bawah VOC pada sekitar abad 17. Ia adalah tokoh sejarah keturunan Bali yang kemudian berhasil menjaring pengikut setia untuk kemudian menjadi kawan sekarib. Ialah tokoh panutan yang begitu legendaris di tanah Banten, Kasultanan Cirebon, Kraton Kartasura, hingga Pasuruan dan Madiun. Dialah Untung Surapati.

Seorang Yudhi Herwibowo sekali lagi berhasil menampilkan sosok sejarah yang jarang diulas ini dalam bentuk novel utuh dan tebal. Di awal dikisahkan bahwa ada kemungkinan Untung Surapati adalah keturunan dari seorang raja di Bali, Saat kecil, pangeran itu terpisah dari orang tuanya sebelum akhirnya ia dijual sebagai seorang budak. Nama “Untung” sendiri adalah nama pemberian. Si Untung kecil pada awalnya tiada bernama dan hanya dipanggil “si Kurus”. Ia kemudian dijual kepada perwira VOC bernama Mijnheer Moor yang kemudian menamainya sebagai Untung—karena telah membawa keberuntungan bagi keluarga Belanda itu. Darisinilah nama “Untung” berasal, nah lalu nama “Surapati”? Sabar ….

Singkat cerita, Untung kecil beranjak menjadi sosok dewasa yang tangguh. Sejak remaja, ia juga belajar ilmu kanuragan kepada Ki Tembang Jara Driya, seorang guru lahiriah sekaligus batiniah bagi Untung. Kepada Ki Tembang Jara Driya inilah mungkin segala keberuntungan dan ketenaran Untung berasal. Entah sebagai bumbu romantika atau pemanis agar kisahnya tidak terlalu berbau buku sejarah, Untung dikisahkan menikahi putri Mijnheer Moor, Suzanne—yang tentu saja segera ditentang sang Ayah. Untung pun diusir setelah sebelumnya dihina, dilukai, dan dipisahkan dari istri tercinta. Ia kemudian berkelana dan sampai di tlatah Tanah Mati, sebuah persinggahan rahasia di tengah hutan. Tanpa dinyana, dari tempat inilah ia mulai menggalang pengikut. Para begal dan perampok ia ubah menjadi pasukan yang ditakuti Kompeni VOC. Bersama-sama, Untung memulai perang gerilya melawan kekuasaan VOC yang mencengkeram Tanah Jawa di abad 17.

Tanah Jawa pada saat itu terbagi-bagi menjadi berbagai kerajaan, kesultanan, dan kadipaten-kadipaten. Masing-masing diperintah oleh para raja, sunan, atau bupati yang tunduk di bawah ancaman VOC. Sebenarnya, banyak kerajaan yang diam-diam mencoba melawan VOC, seperti Kesultanan Banten dan Cirebon, namun kurangnya kesatuan dan buruknya organisasi—masing-masing kerajaan berjuang sendiri-sendiri dan bukannya sebagai satu kesatuan—maka VOC dengan kelicikannya pun berhasil memadamkan pergolakan itu. Di sinilah Untung mengambil peran pentingnya. Mulai dari tanah Banten hingga ke Madiun, ia dan pasukannya senantiasa membikin resah pasukan VOC. Di Cirebon, ia bahkan berhasil meyakinkan Sultan Cirebon untuk berani melawan kesewenangan VOC, demi harga diri sebagai penduduk Djawadwipa. Karena keberhasilan Untung dalam mengungkap pengkhianatan yang dilakukan oleh Raden Surapati—anak angkat dari Sultan Cirebon, Sultan pun menganugerahkan gelar lama milik anak angkatnya, yakni “Surapati” kepada Untung. Jadilah namanya Untung Surapati.

Dari Cirebon, kisah bergulir ke Banyumas dan Kartasura. Di alun-alun Kartasura inilah meletus peperangan dahsyat yang sekaligus melambungkan Untung Surapati ke puncak ketenarannya. Dengan keris kalamisani, Untung Surapati berhasil menghabisi Kapitein Francois Tack, seorang punggawa VOC yang dikenal sangat brilian dan memiliki kedudukan tinggi. Sungguh, kehilangan seorang Kapten Tack adalah kehilangan luar biasa besar bagi VOC sehingga kemarahan mereka kepada Untung pun memuncak. Ibarat bandul jam yang berbalik, kemenangan besar ini pula yang menandai mulai habisnya keberuntungan seorang Untung. Dengan mengarahkan pasukan benteng dan para marechaussee (polisi militer) kompeni, Untung dan pasukannya terus terdesak hingga ke pos pertahanan terakhir mereka di Benteng Bangil, Pasuruan. Di benteng inilah, Untung Surapati tetap berjuang sekuat tenaga mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsanya. Diserang oleh gabungan pasukan kompeni, Kartasura, Surabaya, dan Madura; Untung Surapati pun mengakhiri kisah hidupnya yang begitu heroik. Satu pahlawan besar telah gugur, namun namanya akan tetap tercetak emas dalam lembar sejarah perjuangan bangsa yang besar ini.

Untung Surapati karya Yudhi Herwibowo ditulis sebagai sebuah roman sejarah. Penulisannya bukan hanya sekadar untuk menghibur pembaca dengan pertempuran-pertempuran epik melawan pasukan kompeni; tapi juga untuk lebih mengakrabkan pembaca modern dengan pahlawan yang satu ini. Dan, Yudhi Herwibowo mampu menuliskannya secara apik dan berkesan. Pertempuran ala pendekar silat dan selipan-selipan bahasa Belanda membuat pembaca serasa diajak ke Jawa pada abad 17; Jawa ketika kerajaan-kerajaan masih berdiri namun di bawah cengkeraman kekuasaan VOC. Mas Yudhi sendiri mengatakan bahwa roman sejarah ini menggunakan data sejarah dari berbagai buku, dan aroma Babad Tanah Jawa begitu kental terasa dalam halaman-halaman di dalamnya.

Kelengkapan data sejarah, itulah salah satu keistimewaan dari buku ini. Sebuah kekuatan yang sayangnya juga menjadi sedikit bahan catatan bagi penulis. Dalam mengawali bab-babnya, penulis sering sekali menuliskan ringkasan peristiwa sejarah yang mungkin mendasari penulisan bab tersebut. Teknik penulisan seperti ini sangat unik, namun juga riskan membuat pembaca cepat bosan. Menghabiskan separuh awal dari buku ini cukup menghabiskan banyak waktu, karena alur cerita yang begitu lambat dan data-data sejarah yang berlimpah; nyaris seperti buku teks sejarah. Untunglah kisah kasih Untung dan Suzzanne yang diselipkan oleh mas Yudhi bisa mengingatkan saya bahwa ini adalah sebuah novel sejarah, bukan buku teks sejarah yang membuat siswa-siswi mengantuk di kelas sejarah (salah satu bukti lagi bahwa kita sering mengabaikan sejarah ck ck ck #plakk).

Terlepas dari itu semua, separuh bagian terakhir adalah bab-bab yang sangat mengasyikkan. Bab-bab ini berisi banyak sekali pertempuran epik antara pasukan Untung dengan kompeni Belanda, mulai di depan Kraton Kartasura, di Benteng Balongan, hingga ke Madiun dan Pasuruan. Dari bacaan ini, pembaca seolah diajak untuk melek terhadap sosok pahlawan yang satu ini. Dia dianggap begal oleh VOC dan kerajaan-kerajaan Jawa yang tunduk di bawah VOC pada masa itu, namun dengan menyimak roman ini, kita disadarkan bahwa Untung Surapati adalah seorang pejuang yang berupaya mempertahankan prinsip dan kemerdekaannya. Jauh sebelum proklamasi dikumandangkan tahun 1945, sebelum persatuan dan kesatuan digaungkan oleh para pemuda pada tahun 1928, Untung Surapati dan pasukannya sudah memulai perang kemerdekaan itu, walaupun dalam skala yang lebih kecil dan kurang terorganisir. Melalui kisahnya yang sangat epik ini, generasi muda bisa belajar tentang betapa berharganya kemerdekaan itu, betapa pentingnya menjunjung harga diri bangsa, dan betapa luar biasa perjuangan para pahlawan sehingga mereka berhak menyandang gelar terhormat itu.

“Jika Untung Surapati dan Benteng Bangil dikalahkan … : siapa lagi sosok yang akan dengan berani menentang Kompeni di Tanah Jawa?” (halaman 640)

Siapkah kita menjadi para penerus Untung Surapati? Untuk terus membela bangsa dan negara tercinta ini? Sekali Merdeka, tetap merdeka.

Review Untung Surapati, oleh Novianne Asmara

Judul : UNTUNG SURAPTI
Penulis : Yudhi HerwibowoPenyunting: Sukini
ISBN : 978-602-98549-1-6
Tebal : 660 Halaman
Harga : Rp 81.000
Cover : Soft CoverPenerbit : Metamind
Cetakan: I, 2011

Untung Surapati merupakah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Tepat rasanya buku ini dibaca saat semarak HUT RI masih berdengung. Walau sebenarnya buku-buku bertema pahlawan atau kisah perjuangan tetap asyik juga dibaca dihari-hari biasa. Menjaga agar semangat nasionalisme dan rasa kagum kita pada para pahlawan yang telah rela berjuang mengorbankan nyawanya selalu senantiasa hadir setiap saat di hati kita.
Rasa kagum ini pun sudah selaiknya kita persembahkan juga pada para penulis buku-buku sejarah. Karena berkat kepiawaian tangan merekalah, kita akhirnya bisa menikmati sebuah karya kisah sejarah yang mungkin selama ini hanya kita dapat di sekolah dengan porsi yang begitu kecil dan pemaparan yang tidak terlalu detail.

Memang selalu menarik bila suatu sejarah diangkat menjadi sebuah novel. Tentunya harus dibarengi dengan riset yang mendetail oleh si penulis cerita. Dan ketika saya membaca bagian Prakata dari novel Untung Surapati ini, kekaguman saya terhadap seorang Yudhi Herwibowo kian bertambah. Proses kreatif yang dipaparkan oleh Yudhi Herwibowo menggambarkan betapa rumit dan njelimetnya proses kelahiran novel Untung Surapati ini.
Buku ini ditulis dalam rentang waktu hampir 13 bulan, termasuk proses revisi di dalamnya. Awalnya tebal naskah ini hanyalah berisar 285 halaman saja, tapi setelah diadakannya revisi dan penambahan di beberapa tempat, maka jadilah naskah ini membengkak menjadi 660 halaman.
Dan ternyata memang tidak mudah menulis novel sejarah, apalagi menyangkut seorang pahlawan di masa lalu yang hidup di akhir abad ke-17. Sang penulis pun bercerita bahwa dia sempat kecapekan akibat cross check yang dilakukan oleh editornya, demi menghasilkan data yang valid dan benar. Seru juga mendengarkan Mas Yudhi bercerita dari hal besar sampai hal yang remeh sekali pun yang menyangkut novel roman sejarah ini. Di tengah kecapekan dan hilangnya mood menulis Untung Surapati, si tukang cerita tidak serta merta menjadi mandul. Dia tetap menulis, dan ajaibnya dua buah buku lainnya selesai dia tulis di sela-sela rehat dari Untung Surapati. Keren yah...

Menurut Yudhi Herwibowo, Babab Tanah Jawa adalah buku yang paling berjasa dalam penyusunan novel ini. Sampai-sampai tiga buah buku Babad Tanah Jawa dari berbagai versi dan edisi dibelinya. Buku lainnya yang tidak kalah berperan penting membidani kelahiran Untung Surapati ini adalah Terbunuhnya Kapten Tack karya de Graaf. Lewat buku hasil tulisan de Graaf inilah informasi mengenai perang di Kartasura berhasil didapatkan.
Beberapa buku penunjang lainnya adalah Jan Kompeni yang merupakan buku lama, Batavia Awal Abad 20, Prajurit Perempuan Jawa, dan History of Java.

Ternyata memang menulis itu membutuhkan keuletan dan kesabaran tingkat tinggi untuk mengahasilkan karya yang maksimal. Pengorbanan pun tidak hanya terpaku pada seputar waktu dan dan materi saja. Bahkan kadang penulis harus rela menahan diri untuk berpuasa sejenak dari eksis di akun jejaring sosial; facebook dan twitter. Inilah yang dialami oleh Yudhi Herwibowo, berkat menahan diri untuk sementara waktu dengan tidak selalu update status di facebook yang memang membuat ketagihan, dia mempunyai waktu lebih efisien dan tidak terbuang percuma.
Kadang pula, pengorbanan ide perlu dilakukan untuk kebaikan bersama. Misalnya, adanya bebarapa adegan yang semula diimajinasikan untuk ditulis, terpaksa harus dihilangkan. Juga keharusan menganalisa ulang buku referensi. Di mana buku Babad Tanah Jawa harus dianalisa ulang karena ternyata buku ini banyak yang menentang.
Tapi semua jerih payah dan pengorbanan seorang penulis akan terbayar lunas, saat hasil tulisannya lahir menjadi sebuah buku yang indah, sarat dengan pengetahuan dan kaya kandungan gizi sejarahnya. Dan yang terpenting dari semua itu adalah saat hasil karya tersebut bisa dinikmati dan diapresiasi oleh para pembacanya sebagai penikmat buku. Ada pun bila timbul pro dan kontra nantinya, itu adalah hal yang lumrah terjadi. Mengingat sudut pandang setiap pembaca itu berbeda-beda.
Setidaknya bagi saya, sudah ada seoarang penulis yang peduli akan pahlawannya dan mengangkatnya ke dalam sebuah roman sejarah.

Saya jadi mendambakan bisa membaca semua tokoh sejarah dan pahlawan bangsa ini melalui sebuah novel yang dikemas apik dan tidak ngebosenin. Karena dengan begitu akan lebih mudah menyerap isi sebuah cerita ketimbang buku teks yang kaku seperti buku-buku paket sekolah.

Kisah Untung Surapati diawali dengan menghilangnya seorang anak raja di Bali. Anak tersebut kemudian dijual sebagai budak kepada seorang pemimpin Kompeni VOC di Batavia, Mijnheer Moor. Dialah yang kemudian memberikan nama ‘Untung’ kepada anak budak berbadan kurus yang semula hanya dipanggil sebagai ‘si Kurus’ tersebut. Di tempat Mijnheer Moor inilah Utung menghabiskan masa kecil hingga awal dewasanya, dan juga tempat dia menemukan cintanya, Suzzane Van Moor―anak dari Mijnheer Moor. Dari keadaan inilah konflik mulai bergulir. Mijnheer Moor tidak terima bahwa Untung yang notabene adalah mantan budaknya yang juga seorang pribumi dan sangat dia banggakan malah berani menikahi Suzzane. Pada saat itu, seorang pria Eropa memang dibolehkan menikahi wanita pribumi―yang kemudian muncul istilah ‘nyai’; namun, seorang wanita Eropa yang menikah dengan pria pribumi merupakan sebuah aib. Merujuk pada kejadian itulah kecintaan kemudian berubah menjadi kebencian. Untung dipenjara, disiksa dan dipukuli hingga akhirnya dia berhasil melarikan diri ke Tanah Mati, sebuah tempat persembunyian rahasia di tengah hutan―tempat di mana dia mulai menghimpun pasukan dan kekuatan untuk melawan kompeni.

Dengan bertindak sebagai gerombolan begal alias perampok, Untung dan kelompoknya terus melancarkan serangan ke pos-pos VOC, hingga namanya pun terkenal di seantero Jawa. Mulai dari Kasultanan Banten di ujung barat hingga ke Madura. Semua petinggi kerajaan-kerajaan itu mengenal sepak terjang Untung dan kelompoknya. Banyak yang mendukung tapi tidak sedikit pula yang membencinya karena adanya tekanan kuat dari VOC. Dari Banten pasukan Untung menuju Cirebon. Di Cirebon inilah Untung berhasil menggagalkan upaya adu domba dan pengkhianatan yang dilakukan oleh anak angkat Sultan Cirebon, Raden Surapati. Begitu kagumnya sang Sultan, hingga akhirnya beliau kemudian menganugerahkan gelar Surapati kepada Untung. Jadilah Untung sekarang bernama, Untung Surapati.

Panggung pertempuran lalu berpindah ke Jawa Tengah, tepatnya ke Kraton Kartasura yang merupakan cikal bakal dari Mataram Yogyakarta dan Mataram Surakarta. Di depan kraton inilah, Untung Surapati meraih pencapaian tertinggi yang kelak akan sangat dikenal dalam sejarah perjuangan bangsa ini. Untung berhasil membunuh salah satu kapten yang sangat dibanggakan oleh VOC, yakni Kapitein Francois Tack. Peristiwa ini begitu membekas dan monumental sehingga ikut menentukan arah kebijakan VOC terhadap Untung Surapati dan pasukannya. Sebuah peristiwa kejayaan yang sekaligus menandai mulai lunturnya kekuatan dan bintang keberuntungan Untung Surapati bersama pasukannya. Dan, sejak saat inilah, VOC terus mendesak dan mengobarkan perlawanan kepada pasukan begal itu, hingga akhirnya mereka terdesak dan mencapai pertahanan terakhirnya di Benteng Bangil, Pasuruan. Di benteng ini, Untung Surapati mengakhiri perjuangan yang senantiasa meninggalkan kesan yang begitu dalam kepada bangsa ini. Dialah sang pahlawan.


Yudhi Herwibowo, lahir di Plaembang, tetapi terus pindah dari Tegal, Kupang, Purwekerto, dan Solo. Lulusan Arsitektur, Universitas Sebelas Maret Surakarta ini telah memenangi beberapa lomba kepenulisan, diantaranya: Cerpen Femina 2004, Novelet Femina 2005 dan Penulisan Novel Inspirasi Penerbit Andi di Yogyakarta serta diundang di Ubud Writers and Festival 2010.
Terdapat lebih dari 27 buku fiksi dan non fiksi yang telah ditulisnya. Beberapa bukunya malah sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan Inggris. Buku Pandaya Sriwijaya (Bentang) merupakan buku roman sejarah yang pertama kali dia tulis. Ada pun buku lainnya yang fenomenal adalah Mata Air, Air Mata Kumari (BukuKatta) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Saat ini dia memutuskan untuk total menulis. Selain sebagai penulis, dia juga aktif sebagai koordinator di buletin sastra pawon, Solo.
Untuk mengenal lebih jauh tentang Yudhi Herwibowo dan karyarnya, bisa mengunjungi www.yudhiherwibowo.com atau di www.yudhiherwibowo.blogspot.com dan www.untungsurapati.blogspot.com

http://buntelankata.blogspot.com/