|| nuli bakal lair | sawijining manungsa kang linuwih, kapilih | kang miwiti uripe nyarira batur najis | nanging ing titiwancine piyambake bakal madeg raja tinresnan | kang bakal kalebu ati marang kawulane nganti salawase...

|| dan kelak akan lahir | satu manusia yang dipilih | yang mengawali kehidupannya sebagai budak hina | namun kemudian menjadi raja | yang dikenang sepanjang waktu...

Senin, 21 November 2011

Untung Surapati di Indonesian Book Fair Jakarta, 4 Desember 2011



Bersama Mas Nassirun Purwokartun penulis Penangsang, dan Pak Darmanto penulis Penembahan Senopati, kami akan melakukan bincang2 seputar tokoh2 tulisan kami itu... tungguin yaaa... :)

Promo beli 2 eks Untung Surapati: GRATIS KAOS



Promo selanjutnya:
setiap pembelian langsung 2 eks Untung Surapati : GRATIS KAOS


*selama persediaan masih ada

Kamis, 06 Oktober 2011

Promo Pembelian Langsung: GRATIS PIN & BOLPEN














sekedar info bagi temen2 yang belum punya novel Untung Surapati, pembelian langsung via Tiga Serangkai atau via blog ini, sejak Oktober ini akan dibonusi PIN dan BOLPEN keyeeeeen.

lumayaaaann... :)

Review Untung Surapati dari My Book Reviews Corner

Penerbit : Metamind
Tebal : 648 Halaman

Menurut saya seharusnya diterbitkan lebih banyak buku dengan genre historical fiction Indonesia seperti Untung Surapati ini. Terbayang begitu banyak riset yang haru dilakukan sang penulis sebelum merampungkan buku ini.

Melenceng sedikit dari review buku, sewaktu masa-masa sekolah terus terang mata pelajaran sejarah bukan merupakan favorit saya. Mungkin karena penekanan titik berat sejarah yang salah, dimana yang wajib diingat kala itu adalah tanggal/tahun suatu peristiwa dan deretan nama tokoh yang tidak ada habisnya. Bukan pada kenapa dan bagaimana suatu rangkaian sejarah itu bisa terjadi. Jatuhnya pelajaran sejarah menjadi hafalan yang membosankan. Padahal terdapat segudang lesson learned sebelum suatu peristiwa penting terjadi.

Back to the book. Secara garis besar buku ini menggambarkan perjalanan hidup Untung Surapati dari masa kecilnya hingga beliau wafat. Buku dibagi menjadi tiga bagian berdasar pada tempat dimana Untung Surapati berkiprah. Ketiga bagian tersebut adalah Batavia, Kartasura dan Pasuruan.

Bagian pertama, Batavia, menceritakan tentang Untung kecil yang kala itu adalah seorang budak. Untung bersama Pande temannya dihadiahkan pada seorang pedagang Belanda sukses bernama Minjheer Moor. Minjheer Moor mempunyai seorang anak perempuan kecil bernama Suzanne. Untung, Pande dan Suzanne segera menjadi teman baik.

Minjheer Moor memperlakukan Untung dan Pande dengan sangat baik. Suatu hari Pande berkeras untuk kabur untuk memperbaiki nasibnya. Pande mengajak Untung untuk ikut serta namun Untung memilih untuk tinggal. Semenjak itu hanya ada Untung dan Suzanne.

Suatu hari Untung menyaksikan seorang pendekar berjalan di atas air. Pendekar tersebut bernama Ki Tembang Jara Driya. Atas seizin Minjheer Moor, Untung berguru pada Ki Tembang.

Tahun demi tahun berlalu Untung telah menjadi seorang pemuda yang tangguh. Tanpa disadari tumbuh “perasaan lebih” antara Untung dan Suzanne. Minjheer Moor murka ketika mengetahui hubungan tersebut. Untung segera dipenjarakan dan disiksa. Minjheer Moor bermaksud untuk menghukum mati Untung, namun di malam sebelum eksekusi tersebut dijalankan, Suzanne menyelamatkan Untung dengan menyelundupkan kunci dari seluruh ruangan penjara.

Untung kemudian memimpin semua narapidana yang ada di penjara untuk kabur. Mereka kemudian melarikan diri ke hutan. Untung lalu memutuskan untuk kembali ke tempat Minjheer Moor untuk membawa kabur Suzanne. Sepasang manusia itu lalu pergi ke tempat Ki Tembang Jara Driya untuk meminta dinikahkan.

Ki Tembang memenuhi permintaan tersebut, namun akhirnya beliau menasihati Untung bahwa membawa serta Suzanne bukan merupakan pilihan yang bijak. Ki Tembang menasihati Untung untuk tidak bertindak egois dan melepaskan Suzanne. Untung menuruti nasihat Ki Tembang dan kembali ke hutan tempat pelarian.

Ternyata narapidana yang lain masih ada disana menunggu Untung. Mereka meminta Untung untuk memimpin. Semenjak saat itulah Untung menjadi pimpinan kaum pemberontak yang senantiasa melakukan perlawanan terhadap pihak Belanda. Bagian satu diakhiri dengan pertempuran pasukan Untung dengan pihak Belanda di tepi Sungai Cikalong dalam rangka membantu Pangeran Purbaya. Setelah pertempuran tersebut Untung memutuskan untuk membawa pasukannya ke daerah Kartasura.

Dalam perjalanan menuju Kartasura atas jasanya membantu Kesultanan Cirebon. Untung diberi gelar Surapati oleh Sultan Cirebon. Semenjak itulah Untung dikenal dengan nama Untung Surapati.

Perjalanan Untung Surapati terus berlanjut, pengikutnya pun semakin banyak. Pasukan Untung menjadi “pasukan bergerak” yang disegani dan diburu oleh pihak Belanda. Halaman demi halaman kita akan diberikan gambaran mengenai situasi politik di zaman tersebut. Selalu ada orang-orang yang berani melawan dan lebih banyak lagi orang bermuka dua yang hanya ingin mempertahankan kekuasaannya sendiri.

Peperangan, kematian dan penghianatan mewarnai perjalanan Untung Surapati. Untung yang tadinya hanya seorang budak, berhasil bertransformasi menjadi sosok yang ditakuti pihak Belanda. Dalam beberapa titik memang Untung sempat meragukan dirinya sendiri, Untung juga sempat berada dalam posisi dilematis untuk memilih apakah akan mendampingi keluarganya dan hidup tenang ataukah terus berjuang. Penggambaran yang sangat manusiawi dan menambah nilai plus pada karakter tokoh Untung. Siapa sih manusia yang tidak pernah meragukan dirinya sendiri?

Walaupun sebagaimana tertulis dalam sejarah bahwa pada akhirnya pemberontakan Untung Surapati berhasil dipadamkan pihak Belanda. Namun kisah ini berhasil memperbesar rasa hormat kita pada tokoh-tokoh stand out Indonesia di masa lalu yang tidak pernah berhenti melawan, tidak pernah tunduk.

Sepertinya kisah seperti ini bagus untuk difilmkan. Asal jatuhnya jangan seperti trilogi film Merah Putih yang absurd itu. Wkwkwkw.

Dan banyak yang dapat diresapi. Karena sampai detik ini kita masih dibayangi oleh penjajahan terselubung. Right now our biggest enemy is ourself. Seperti kita saksikan di kehidupan sehari-hari, pemberitaan tentang kondisi Indonesia saat ini seperti sebuah parodi yang memuakkan. Semuanya tidak masuk logika dan absurd. Tidak ada sama sekali tokoh yang bisa diteladani.

Fight dan struggle kita mungkin jauh berbeda dari tokoh-tokoh di masa lampau. Namun seharusnya nilai yang kita pegang tetap sama. Integritas dan kekuatan hati untuk tidak tunduk pada godaan uang dan kekuasaan.


http://annisaanggiana.wordpress.com/2011/08/18/untung-surapati-by-yudhi-herwibowo/#comment-330

Bedah buku Pak Viddy AD Daery di Kantor Muhamadiyah Yogyakarta bersama Tiga Serangkai







Kamis, 25 Agustus 2011

Review Untung Surapati, oleh Review Buku

Sumbangsih Yudhi Herwibowo bagi kesusastraan Indonesia perlu kita apresiasi. Dia mengubah teks sejarah yang jarang bisa dinikmati khalayak umum, menjadi sebuah novel yang menarik. Dan yang sudah saya baca, diantara novel sejarahnya yang lain, adalah Untung Surapati ini.

Untung Surapati adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang saya ragu kalau siswa – siwa kita tahu tentang dia. Saat saya kecil dulu, kisah Untung Surapati dan Kapten Tack dibuat umbul (kertas kecil – kecil bergambar yang dimainkan dengan cara melemparkannya ke udara). Jadi, meskipun hanya sedikit, kita mengenal Untung Surapati ini. Namun, sekarang siapa yang mau memainkan umbul?

Saya tidak tahu apakah Untung Surapati tercantum dalam buku teks IPS saat ini. Akan tetapi, meskipun tercantum, buku teks tetaplah buku teks – sangat sedikit menarik perhatian kita. Oleh karena itu, jerih payah Yudhi Herwibowo dalam meramu teks sejarah menjadi sebuah novel sejarah yang istimewa ini sangat perlu kita hargai.
Untung Surapati, awalnya adalah seorang budak dari Mijnheer Moor. Badannya yang kecil dan kurus membuat teman – teman budak yang lain memanggilnya dengan sebutan “kurus”. Dan ia, sampai beberapa saat, memang dipanggil dengan sebutan itu. Namun, Mijnheer Moor merasa selalu mendapatkan keuntungan setelah si Kurus ikut dengannya. Karena itulah Moor mengubah nama Kurus itu menjadi Untung. Sejak itulah nama Untung melekat pada dirinya.

Karena kesetiaannya kepada keluarga Moor, Untung mendapatkan perlakuan istimewa. Saban hari Untung bermain dengan anak Mijnheer Moor yang bernama Suzanne. Dan selama ia masih bermain dengan Suzanne, ia dibebaskan dari tugas – tugas yang lain. Suzanne senang sekali dengan kupu – kupu sehingga ia selalu mengajak Untung untuk menangkapnya. Tidak ada yang menduga bahwa kebiasaan Suzanne dan Untung saat masih kanak – kanak ini akan tetap mewarnai sejarah kehidupan Untung Surapati hingga ia menjadi dewasa.

Dalam sebuah kesempatan, Untung melihat sesosok manusia yang berlari di atas air. Ia menjadi begitu kagum dengan orang ini. Karena kekaguman yang luar biasa itulah ia berani mencegat orang yang bisa berlari di atas air ini di ujung sungai. Orang sakti ini adalah Ki Tembang Jara Driya. Orang yang berambut putih meskipun masih muda ini kemudian menjadi guru bela diri Untung Surapati. Ki Tembang pulalah yang pertama kali mengenalkan Untung dengan kondisi bangsanya yang sedemikian sengsara.
Menurut saya, Suzanne dan Ki Tembang adalah dua orang yang membuat Untung menjadi pejuang bagi bangsanya. Jika tidak ada Suzanne, mustahil Untung melakukan pemberontakan. Dan jika tidak ada Ki Tembang, Untung tidak akan mampu melakukan perlawanan. Keadaan semacam ini bukanlah keadaan biasa yang bisa terjadi pada setiap orang. Oleh karena itu, kesimpulan saya, Untung sedari awal memang telah dipersiapkan (baca: ditakdirkan) untuk menjadi seorang pahlawan. Karena dua orang ini, Untung menjadi orang yang terkenal. Bagi pribumi ia pahlawan dan bagi VOC, ia adalah duri dalam daging yang seharusnya segera dibinasakan.

Novel Untung Surapati ini ditulis dengan gaya tutur yang mengalir lancar. Membaca novel ini, bagi saya layaknya menonton wayang wong – akhir cerita sudah sedemikian terang benderang. Namun, penulis mampu membangkitkan keingintahuan pembaca sedari awal. Pada bagian prolog, penulis menuturkan cerita penangkapan Untung Surapati. Awalnya Untung telah diumumkan mati dan dikubur di dua tempat yang berbeda. Namun terdengar desas – desus bahwa Untung sebenarnya masih hidup. Karena itu kompeni mengutus Majoor Goovert Knole untuk membasmi pemberontak dan pengikutnya ini. Dalam peperangan kecil, akhirnya Knole berhasil mengalahkan pasukan Untung. Setelah kekalahan itulah Knole berusaha memastikan bahwa Untung telah tewas dengan membuka tandu yang diyakini dipakai untuk mengangkut Untung. Yudhi menuliskannya dengan bahasa yang membangkitkan minat ingin tahu:

Tangannya kemudian segera menyibak kain yang menutup tandu itu. Dan, detik itu juga, ia terbelalak!

Sayangnya, di beberapa bagian terdapat hal yang menurut saya menjadi kekurangan dari novel ini:
Pertama, penulis terlalu berpanjang lebar dengan fakta – fakta sejarah. Di awal – awal buku ini penulis bahkan menuliskan kalimat berikut: VOC merupakan singkatan dari.......... Menurut saya, apalagi ditulis di awal novel, fakta – fakta seperti ini kembali menurunkan minat pembaca untuk membaca lebih lanjut setelah tersulut minatnya dengan membaca prolog.
Kedua, ketimbang menjlentrehkan fakta sejarah dengan panjang lebar, menurut saya akan lebih baik bagi penulis untuk mengeksplorasi kondisi batin tokoh – tokohnya. Bagaimana perasaan Suzanne ketika Untung melarikan diri, bagaimana saat – saat terakhir Suzanne menemui ajal, dan bagaimana kesedihan Untung saat mendengar berita kematian kekasihnya saya rasa kurang dikembangkan.
Ketiga, ketidak konsistenan penulis dalam menggunakan istilah “Kakak” dan “Kakang”. Kedua kata ini bermakna sama. Namun mengapa Untung memanggil Pande dengan sebutan “kakak”, Suzanne juga memanggil Untung dengan sebutan “Kakak”, sedangkan Raden Ayu Goesik memanggil Untung dengan sebutan “Kakang”?

Itu kelemahan novel ini menurut saya. Akan tetapi, kelemahan ini tidak perlu mengurangi niat kita untuk mengapresiasi jerih payah Yudhi Herwibowo dalam mengangkat kisah sejarah, yang bisa jadi tidak diminati banyak orang, menjadi sebuah cerita yang apik.

http://hurufbuku.blogspot.com/2011/08/untung-surapati.html

Video Untung Surapati kedua

Review Untung Surapati, oleh Alvina Vanila

Untung Surapati
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penerbit : Metamind – Tiga Serangkai
Cetakan pertama : Februari 2011
Tebal : 660 halaman
ISBN : 978-602-98549-1-6

Perjalanan ini dimulai dengan dipilihnya dua orang budak anak-anak di pasar Banten oleh Kapitein Van Beber, perwira VOC senior yang sebelumnya bertugas di Makasar. Kepindahannya ke Batavia membuat ia membutuhkan budak untuk membantu mengangkut barang-barang dan keperluan lainnya. Namun setibanya di Batavia, kehadiran dua budak anak-anak itu sudah tidak dibutuhkan lagi, maka ia memberikan budak-budak itu kepada seorang sahabatnya, saudagar dari Belanda yang bernama Mijnheer Moor.

Mijnheer Moor memiliki seorang anak perempuan bernama Suzanne, kedua budak anak-anak yang diketahui bernama Si Pande dan Si Kurus itu dengan cepat menjadi teman bermain bagi Suzanne. Nona kecil itu yang tadinya sakit-sakitan berubah menjadi periang dan semakin sehat, kehidupan si Pande dan Si Kurus pun berubah menjadi jauh lebih layak, karena mereka lebih banyak diperintahkan untuk menemani Juffrouw Suzanne bermain daripada bekerja keras sebagai budak.

Suatu hari, si Pande melarikan diri dari rumah Mijnheer Moor, ia menginginkan kebebasan sepenuhnya, meninggalkan Si Kurus yang memang tidak mau diajak pergi bersamanya. Dari hari-hari itulah, Si Kurus mulai menghabiskan harinya berdua saja dengan Suzanne. Ketika Si Kurus tinggal di rumah Mijnheer Moor, hari-hari penuh keberuntungan selalu memayungi Mijnheer Moor, ini yang membuat Mijnheer Moor memutuskan untuk memberikan nama bagi anak laki-laki itu bukan dengan sebutan Si Kurus lagi, tetapi berubah menjadi Untung.

Persahabatan yang dijalani Suzanne dan Untung berdua saja tak urung menanamkan benih-benih cinta diantara keduanya, meski akibatnya Mijnheer Moor marah besar dan menyiksa Untung dengan menjebloskannya ke dalam penjara bersama tahanan lainnya. Tapi Suzanne demikian besar memperjuangkan cintanya terhadap Kakak sepermainannya itu, maka ia membantu Untung dan seluruh tawanan untuk melarikan diri.

Untung yang kemudian melarikan diri bersama Suzanne, memilih kediaman Ki Tembang Jara Driya yang merupakan guru bela dirinya selama ini sebagai tempat persembunyian. Tetapi akhirnya Untung memilih berpisah dari Suzanne, demi keselamatan mereka berdua yang sudah pasti dikejar oleh pasukan Mijnheer Moor.

Dari pelarian diri inilah, Untung mulai melakukan penyerangan terhadap VOC sedikit demi sedikit. Ia melakukan penyerangan dengan teman-teman yang melarikan diri bersamanya yang telah mengikat janji untuk terus mengikuti Untung kemanapun ia pergi. Peperangan yang satu demi satu terus dilalui Untung dan pasukannya makin meneguhkan namanya sebagai seorang yang ditakuti oleh VOC, disegani para pemberontak lainnya dan dikagumi rakyat jelata. Sementara banyak penguasa daerah yang diam-diam memberikan bantuan kepadanya, tak sedikit pula yang secara terang-terangan menentang Untung dan membela VOC. Mereka menganggap Untung dan gerombolannya hanyalah kelompok kraman (perampok) biasa.

Perjalanan Untung ini berawal dari Batavia, lalu memenuhi janjinya terhadap Pangeran Purbaya untuk mengembalikan istri Pangeran, Raden Ayu Goesik Kusuma ke Kartasura, dan terus melawan VOC dengan bertahan di Pasuruan. Novel sejarah ini alurnya cepat, meski penuh detail kesejarahan, tapi masih bisa membuat kita betah membacanya. Juga terlihat ciri khas tulisan Mas Yudhi yang banyak menyertakan detail tempat atau suasana dan sering menyelipkan keindahan bahasa dalam beberapa bagian cerita,

“Dan bagaimana engkau melukiskan waktu? Mungkin itu bagai walet-walet yang selalu terbang di atas kepala kita, kala senja mulai tiba. Tak pernah benar-benar tersadari. Karena engkau tak akan pernah benar-benr mencoba untuk menghitungnya? “

Sayangnya masih ada beberapa kali ketidak konsistenan penulisan nama, atau kesalahan pengejaan dan beberapa typo yang cukup membuat saya terganggu waktu membacanya. Tapi selain itu, novel ini membuat saya yang tadinya paling ngantuk kalau baca buku sejarah menjadi bersemangat. 4 bintang untuk Untung Surapati!!

Sedikit tentang Untung Surapati dan sastra
Seorang penulis bernama Melati van Java mengangkat kisah Untung Surapati dalam sebuah roman berbahasa Belanda. Roman tersebut berjudul Van Slaaf Tot Vorst, diterbitkan oleh Blom & Olivierse pada tahun 1887 dalam Bahasa Belanda. Melati van Java adalah nama samaran dari Nicolina Maria Sloot, seorang Belanda yang dilahirkan dan pernah menetap selama 18 tahun di Semarang. Selain Melati van Java, Abdoel Moeis juga mengangkat kisah tentang Untung Surapati dalam bentuk roman. Seperti yang telah banyak kita ketahui, Abdoel Moeis adalah pengarang Salah Asuhan, dan pernah menerjemahkan Tom Sawyer Anak Amerika pada tahun 1928.

Karya Melati van Java pada tahun 1898 terbit di tanah Hindia, diterjemahkan oleh FH Wiggers. Wiggers dikenal sebagai jurnalis peranakan Eropa yang memelopori produksi karya-karya sastra di negeri ini. Tapi sayangnya saya belum berhasil menemukan referensi lainnya yang menyebutkan tentang roman sejarah ini.

Ya, seperti kisah manusia pada umumnya, demikian juga dengan kisah pejuang. Selalu ada roman yang mengiringi jejak-jejak mereka yang bersejarah...

Review Untung Surapati, oleh Dion Yulianto

Untung Surapati
Judul : Untung Surapati
Pengarang : Yudhi Herwibowo
Editor : Sukini
Desain Sampul : Rendra TH
Desain Isi : Rendra TH
Layouter : Tri Mulyani Ch.
Cetakan : Pertama, Februari 2011
Tebal : 660 hlm
Penerbit : Metamind

Kita mengenal namanya, namun belum tentu kita mengenal dengan mendetail kehidupan dan sepak terjangnya. Ia memang sudah dimasukkan sebagai salah satu pahlawan nasional, yang gigih menentang penindasan dan kekuasaan kolonial di bawah VOC pada sekitar abad 17. Ia adalah tokoh sejarah keturunan Bali yang kemudian berhasil menjaring pengikut setia untuk kemudian menjadi kawan sekarib. Ialah tokoh panutan yang begitu legendaris di tanah Banten, Kasultanan Cirebon, Kraton Kartasura, hingga Pasuruan dan Madiun. Dialah Untung Surapati.

Seorang Yudhi Herwibowo sekali lagi berhasil menampilkan sosok sejarah yang jarang diulas ini dalam bentuk novel utuh dan tebal. Di awal dikisahkan bahwa ada kemungkinan Untung Surapati adalah keturunan dari seorang raja di Bali, Saat kecil, pangeran itu terpisah dari orang tuanya sebelum akhirnya ia dijual sebagai seorang budak. Nama “Untung” sendiri adalah nama pemberian. Si Untung kecil pada awalnya tiada bernama dan hanya dipanggil “si Kurus”. Ia kemudian dijual kepada perwira VOC bernama Mijnheer Moor yang kemudian menamainya sebagai Untung—karena telah membawa keberuntungan bagi keluarga Belanda itu. Darisinilah nama “Untung” berasal, nah lalu nama “Surapati”? Sabar ….

Singkat cerita, Untung kecil beranjak menjadi sosok dewasa yang tangguh. Sejak remaja, ia juga belajar ilmu kanuragan kepada Ki Tembang Jara Driya, seorang guru lahiriah sekaligus batiniah bagi Untung. Kepada Ki Tembang Jara Driya inilah mungkin segala keberuntungan dan ketenaran Untung berasal. Entah sebagai bumbu romantika atau pemanis agar kisahnya tidak terlalu berbau buku sejarah, Untung dikisahkan menikahi putri Mijnheer Moor, Suzanne—yang tentu saja segera ditentang sang Ayah. Untung pun diusir setelah sebelumnya dihina, dilukai, dan dipisahkan dari istri tercinta. Ia kemudian berkelana dan sampai di tlatah Tanah Mati, sebuah persinggahan rahasia di tengah hutan. Tanpa dinyana, dari tempat inilah ia mulai menggalang pengikut. Para begal dan perampok ia ubah menjadi pasukan yang ditakuti Kompeni VOC. Bersama-sama, Untung memulai perang gerilya melawan kekuasaan VOC yang mencengkeram Tanah Jawa di abad 17.

Tanah Jawa pada saat itu terbagi-bagi menjadi berbagai kerajaan, kesultanan, dan kadipaten-kadipaten. Masing-masing diperintah oleh para raja, sunan, atau bupati yang tunduk di bawah ancaman VOC. Sebenarnya, banyak kerajaan yang diam-diam mencoba melawan VOC, seperti Kesultanan Banten dan Cirebon, namun kurangnya kesatuan dan buruknya organisasi—masing-masing kerajaan berjuang sendiri-sendiri dan bukannya sebagai satu kesatuan—maka VOC dengan kelicikannya pun berhasil memadamkan pergolakan itu. Di sinilah Untung mengambil peran pentingnya. Mulai dari tanah Banten hingga ke Madiun, ia dan pasukannya senantiasa membikin resah pasukan VOC. Di Cirebon, ia bahkan berhasil meyakinkan Sultan Cirebon untuk berani melawan kesewenangan VOC, demi harga diri sebagai penduduk Djawadwipa. Karena keberhasilan Untung dalam mengungkap pengkhianatan yang dilakukan oleh Raden Surapati—anak angkat dari Sultan Cirebon, Sultan pun menganugerahkan gelar lama milik anak angkatnya, yakni “Surapati” kepada Untung. Jadilah namanya Untung Surapati.

Dari Cirebon, kisah bergulir ke Banyumas dan Kartasura. Di alun-alun Kartasura inilah meletus peperangan dahsyat yang sekaligus melambungkan Untung Surapati ke puncak ketenarannya. Dengan keris kalamisani, Untung Surapati berhasil menghabisi Kapitein Francois Tack, seorang punggawa VOC yang dikenal sangat brilian dan memiliki kedudukan tinggi. Sungguh, kehilangan seorang Kapten Tack adalah kehilangan luar biasa besar bagi VOC sehingga kemarahan mereka kepada Untung pun memuncak. Ibarat bandul jam yang berbalik, kemenangan besar ini pula yang menandai mulai habisnya keberuntungan seorang Untung. Dengan mengarahkan pasukan benteng dan para marechaussee (polisi militer) kompeni, Untung dan pasukannya terus terdesak hingga ke pos pertahanan terakhir mereka di Benteng Bangil, Pasuruan. Di benteng inilah, Untung Surapati tetap berjuang sekuat tenaga mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsanya. Diserang oleh gabungan pasukan kompeni, Kartasura, Surabaya, dan Madura; Untung Surapati pun mengakhiri kisah hidupnya yang begitu heroik. Satu pahlawan besar telah gugur, namun namanya akan tetap tercetak emas dalam lembar sejarah perjuangan bangsa yang besar ini.

Untung Surapati karya Yudhi Herwibowo ditulis sebagai sebuah roman sejarah. Penulisannya bukan hanya sekadar untuk menghibur pembaca dengan pertempuran-pertempuran epik melawan pasukan kompeni; tapi juga untuk lebih mengakrabkan pembaca modern dengan pahlawan yang satu ini. Dan, Yudhi Herwibowo mampu menuliskannya secara apik dan berkesan. Pertempuran ala pendekar silat dan selipan-selipan bahasa Belanda membuat pembaca serasa diajak ke Jawa pada abad 17; Jawa ketika kerajaan-kerajaan masih berdiri namun di bawah cengkeraman kekuasaan VOC. Mas Yudhi sendiri mengatakan bahwa roman sejarah ini menggunakan data sejarah dari berbagai buku, dan aroma Babad Tanah Jawa begitu kental terasa dalam halaman-halaman di dalamnya.

Kelengkapan data sejarah, itulah salah satu keistimewaan dari buku ini. Sebuah kekuatan yang sayangnya juga menjadi sedikit bahan catatan bagi penulis. Dalam mengawali bab-babnya, penulis sering sekali menuliskan ringkasan peristiwa sejarah yang mungkin mendasari penulisan bab tersebut. Teknik penulisan seperti ini sangat unik, namun juga riskan membuat pembaca cepat bosan. Menghabiskan separuh awal dari buku ini cukup menghabiskan banyak waktu, karena alur cerita yang begitu lambat dan data-data sejarah yang berlimpah; nyaris seperti buku teks sejarah. Untunglah kisah kasih Untung dan Suzzanne yang diselipkan oleh mas Yudhi bisa mengingatkan saya bahwa ini adalah sebuah novel sejarah, bukan buku teks sejarah yang membuat siswa-siswi mengantuk di kelas sejarah (salah satu bukti lagi bahwa kita sering mengabaikan sejarah ck ck ck #plakk).

Terlepas dari itu semua, separuh bagian terakhir adalah bab-bab yang sangat mengasyikkan. Bab-bab ini berisi banyak sekali pertempuran epik antara pasukan Untung dengan kompeni Belanda, mulai di depan Kraton Kartasura, di Benteng Balongan, hingga ke Madiun dan Pasuruan. Dari bacaan ini, pembaca seolah diajak untuk melek terhadap sosok pahlawan yang satu ini. Dia dianggap begal oleh VOC dan kerajaan-kerajaan Jawa yang tunduk di bawah VOC pada masa itu, namun dengan menyimak roman ini, kita disadarkan bahwa Untung Surapati adalah seorang pejuang yang berupaya mempertahankan prinsip dan kemerdekaannya. Jauh sebelum proklamasi dikumandangkan tahun 1945, sebelum persatuan dan kesatuan digaungkan oleh para pemuda pada tahun 1928, Untung Surapati dan pasukannya sudah memulai perang kemerdekaan itu, walaupun dalam skala yang lebih kecil dan kurang terorganisir. Melalui kisahnya yang sangat epik ini, generasi muda bisa belajar tentang betapa berharganya kemerdekaan itu, betapa pentingnya menjunjung harga diri bangsa, dan betapa luar biasa perjuangan para pahlawan sehingga mereka berhak menyandang gelar terhormat itu.

“Jika Untung Surapati dan Benteng Bangil dikalahkan … : siapa lagi sosok yang akan dengan berani menentang Kompeni di Tanah Jawa?” (halaman 640)

Siapkah kita menjadi para penerus Untung Surapati? Untuk terus membela bangsa dan negara tercinta ini? Sekali Merdeka, tetap merdeka.

Review Untung Surapati, oleh Novianne Asmara

Judul : UNTUNG SURAPTI
Penulis : Yudhi HerwibowoPenyunting: Sukini
ISBN : 978-602-98549-1-6
Tebal : 660 Halaman
Harga : Rp 81.000
Cover : Soft CoverPenerbit : Metamind
Cetakan: I, 2011

Untung Surapati merupakah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Tepat rasanya buku ini dibaca saat semarak HUT RI masih berdengung. Walau sebenarnya buku-buku bertema pahlawan atau kisah perjuangan tetap asyik juga dibaca dihari-hari biasa. Menjaga agar semangat nasionalisme dan rasa kagum kita pada para pahlawan yang telah rela berjuang mengorbankan nyawanya selalu senantiasa hadir setiap saat di hati kita.
Rasa kagum ini pun sudah selaiknya kita persembahkan juga pada para penulis buku-buku sejarah. Karena berkat kepiawaian tangan merekalah, kita akhirnya bisa menikmati sebuah karya kisah sejarah yang mungkin selama ini hanya kita dapat di sekolah dengan porsi yang begitu kecil dan pemaparan yang tidak terlalu detail.

Memang selalu menarik bila suatu sejarah diangkat menjadi sebuah novel. Tentunya harus dibarengi dengan riset yang mendetail oleh si penulis cerita. Dan ketika saya membaca bagian Prakata dari novel Untung Surapati ini, kekaguman saya terhadap seorang Yudhi Herwibowo kian bertambah. Proses kreatif yang dipaparkan oleh Yudhi Herwibowo menggambarkan betapa rumit dan njelimetnya proses kelahiran novel Untung Surapati ini.
Buku ini ditulis dalam rentang waktu hampir 13 bulan, termasuk proses revisi di dalamnya. Awalnya tebal naskah ini hanyalah berisar 285 halaman saja, tapi setelah diadakannya revisi dan penambahan di beberapa tempat, maka jadilah naskah ini membengkak menjadi 660 halaman.
Dan ternyata memang tidak mudah menulis novel sejarah, apalagi menyangkut seorang pahlawan di masa lalu yang hidup di akhir abad ke-17. Sang penulis pun bercerita bahwa dia sempat kecapekan akibat cross check yang dilakukan oleh editornya, demi menghasilkan data yang valid dan benar. Seru juga mendengarkan Mas Yudhi bercerita dari hal besar sampai hal yang remeh sekali pun yang menyangkut novel roman sejarah ini. Di tengah kecapekan dan hilangnya mood menulis Untung Surapati, si tukang cerita tidak serta merta menjadi mandul. Dia tetap menulis, dan ajaibnya dua buah buku lainnya selesai dia tulis di sela-sela rehat dari Untung Surapati. Keren yah...

Menurut Yudhi Herwibowo, Babab Tanah Jawa adalah buku yang paling berjasa dalam penyusunan novel ini. Sampai-sampai tiga buah buku Babad Tanah Jawa dari berbagai versi dan edisi dibelinya. Buku lainnya yang tidak kalah berperan penting membidani kelahiran Untung Surapati ini adalah Terbunuhnya Kapten Tack karya de Graaf. Lewat buku hasil tulisan de Graaf inilah informasi mengenai perang di Kartasura berhasil didapatkan.
Beberapa buku penunjang lainnya adalah Jan Kompeni yang merupakan buku lama, Batavia Awal Abad 20, Prajurit Perempuan Jawa, dan History of Java.

Ternyata memang menulis itu membutuhkan keuletan dan kesabaran tingkat tinggi untuk mengahasilkan karya yang maksimal. Pengorbanan pun tidak hanya terpaku pada seputar waktu dan dan materi saja. Bahkan kadang penulis harus rela menahan diri untuk berpuasa sejenak dari eksis di akun jejaring sosial; facebook dan twitter. Inilah yang dialami oleh Yudhi Herwibowo, berkat menahan diri untuk sementara waktu dengan tidak selalu update status di facebook yang memang membuat ketagihan, dia mempunyai waktu lebih efisien dan tidak terbuang percuma.
Kadang pula, pengorbanan ide perlu dilakukan untuk kebaikan bersama. Misalnya, adanya bebarapa adegan yang semula diimajinasikan untuk ditulis, terpaksa harus dihilangkan. Juga keharusan menganalisa ulang buku referensi. Di mana buku Babad Tanah Jawa harus dianalisa ulang karena ternyata buku ini banyak yang menentang.
Tapi semua jerih payah dan pengorbanan seorang penulis akan terbayar lunas, saat hasil tulisannya lahir menjadi sebuah buku yang indah, sarat dengan pengetahuan dan kaya kandungan gizi sejarahnya. Dan yang terpenting dari semua itu adalah saat hasil karya tersebut bisa dinikmati dan diapresiasi oleh para pembacanya sebagai penikmat buku. Ada pun bila timbul pro dan kontra nantinya, itu adalah hal yang lumrah terjadi. Mengingat sudut pandang setiap pembaca itu berbeda-beda.
Setidaknya bagi saya, sudah ada seoarang penulis yang peduli akan pahlawannya dan mengangkatnya ke dalam sebuah roman sejarah.

Saya jadi mendambakan bisa membaca semua tokoh sejarah dan pahlawan bangsa ini melalui sebuah novel yang dikemas apik dan tidak ngebosenin. Karena dengan begitu akan lebih mudah menyerap isi sebuah cerita ketimbang buku teks yang kaku seperti buku-buku paket sekolah.

Kisah Untung Surapati diawali dengan menghilangnya seorang anak raja di Bali. Anak tersebut kemudian dijual sebagai budak kepada seorang pemimpin Kompeni VOC di Batavia, Mijnheer Moor. Dialah yang kemudian memberikan nama ‘Untung’ kepada anak budak berbadan kurus yang semula hanya dipanggil sebagai ‘si Kurus’ tersebut. Di tempat Mijnheer Moor inilah Utung menghabiskan masa kecil hingga awal dewasanya, dan juga tempat dia menemukan cintanya, Suzzane Van Moor―anak dari Mijnheer Moor. Dari keadaan inilah konflik mulai bergulir. Mijnheer Moor tidak terima bahwa Untung yang notabene adalah mantan budaknya yang juga seorang pribumi dan sangat dia banggakan malah berani menikahi Suzzane. Pada saat itu, seorang pria Eropa memang dibolehkan menikahi wanita pribumi―yang kemudian muncul istilah ‘nyai’; namun, seorang wanita Eropa yang menikah dengan pria pribumi merupakan sebuah aib. Merujuk pada kejadian itulah kecintaan kemudian berubah menjadi kebencian. Untung dipenjara, disiksa dan dipukuli hingga akhirnya dia berhasil melarikan diri ke Tanah Mati, sebuah tempat persembunyian rahasia di tengah hutan―tempat di mana dia mulai menghimpun pasukan dan kekuatan untuk melawan kompeni.

Dengan bertindak sebagai gerombolan begal alias perampok, Untung dan kelompoknya terus melancarkan serangan ke pos-pos VOC, hingga namanya pun terkenal di seantero Jawa. Mulai dari Kasultanan Banten di ujung barat hingga ke Madura. Semua petinggi kerajaan-kerajaan itu mengenal sepak terjang Untung dan kelompoknya. Banyak yang mendukung tapi tidak sedikit pula yang membencinya karena adanya tekanan kuat dari VOC. Dari Banten pasukan Untung menuju Cirebon. Di Cirebon inilah Untung berhasil menggagalkan upaya adu domba dan pengkhianatan yang dilakukan oleh anak angkat Sultan Cirebon, Raden Surapati. Begitu kagumnya sang Sultan, hingga akhirnya beliau kemudian menganugerahkan gelar Surapati kepada Untung. Jadilah Untung sekarang bernama, Untung Surapati.

Panggung pertempuran lalu berpindah ke Jawa Tengah, tepatnya ke Kraton Kartasura yang merupakan cikal bakal dari Mataram Yogyakarta dan Mataram Surakarta. Di depan kraton inilah, Untung Surapati meraih pencapaian tertinggi yang kelak akan sangat dikenal dalam sejarah perjuangan bangsa ini. Untung berhasil membunuh salah satu kapten yang sangat dibanggakan oleh VOC, yakni Kapitein Francois Tack. Peristiwa ini begitu membekas dan monumental sehingga ikut menentukan arah kebijakan VOC terhadap Untung Surapati dan pasukannya. Sebuah peristiwa kejayaan yang sekaligus menandai mulai lunturnya kekuatan dan bintang keberuntungan Untung Surapati bersama pasukannya. Dan, sejak saat inilah, VOC terus mendesak dan mengobarkan perlawanan kepada pasukan begal itu, hingga akhirnya mereka terdesak dan mencapai pertahanan terakhirnya di Benteng Bangil, Pasuruan. Di benteng ini, Untung Surapati mengakhiri perjuangan yang senantiasa meninggalkan kesan yang begitu dalam kepada bangsa ini. Dialah sang pahlawan.


Yudhi Herwibowo, lahir di Plaembang, tetapi terus pindah dari Tegal, Kupang, Purwekerto, dan Solo. Lulusan Arsitektur, Universitas Sebelas Maret Surakarta ini telah memenangi beberapa lomba kepenulisan, diantaranya: Cerpen Femina 2004, Novelet Femina 2005 dan Penulisan Novel Inspirasi Penerbit Andi di Yogyakarta serta diundang di Ubud Writers and Festival 2010.
Terdapat lebih dari 27 buku fiksi dan non fiksi yang telah ditulisnya. Beberapa bukunya malah sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan Inggris. Buku Pandaya Sriwijaya (Bentang) merupakan buku roman sejarah yang pertama kali dia tulis. Ada pun buku lainnya yang fenomenal adalah Mata Air, Air Mata Kumari (BukuKatta) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Saat ini dia memutuskan untuk total menulis. Selain sebagai penulis, dia juga aktif sebagai koordinator di buletin sastra pawon, Solo.
Untuk mengenal lebih jauh tentang Yudhi Herwibowo dan karyarnya, bisa mengunjungi www.yudhiherwibowo.com atau di www.yudhiherwibowo.blogspot.com dan www.untungsurapati.blogspot.com

http://buntelankata.blogspot.com/

Senin, 18 Juli 2011

Laki-laki yang Menepis Kematian


Ruangan ini seperti telah memerangkapnya!
Walau ruangan sempit dengan tembok hitam legam ini jarang digunakan, namun tetap saja bau kematian tercium jelas di sini. Ini adalah ruang penjara di residen. Letaknya memang tersembunyi di bawah tanah, di bagian paling belakang dari residen tersebut.
Luasnya tidaklah terlalu besar. Hanya terdiri dari 2 ruangan berterali berukuran sedang dan sebuah ruangan sempit, khusus untuk penjahat-penjahat istimewa. Seperti di mana Untung berada saat ini.
Dulu, lelaki itu, yang biasa dipanggil dengan nama Untung, sudah pernah melihat ruangan ini sebelumnya. Tapi ia sama sekali tak pernah menyangka bila sekarang ia akan menjadi salah satu penghuninya. Ia tahu sudah berapa banyak penjahat yang mati di sini. Ia bahkan pernah membantu para marechaussee’ mengeluarkan mayat dan menguburnya, hingga beberapa kali.
Dan kini ia ada di sini! Ini terasa begitu mengerikan. Di pojok ruangan masih terlihat bekas darah yang tak dibersihkan. Kekentalannya masih bisa terlihat di keremangan ruangan ini. Semut-semut merah, yang ukurannya lebih besar dari biasanya, tak pernah selesai menghabiskan darah-darah itu. Penghuni-penghuni sebelumnya pastilah merasakan juga apa yang kini dirasakan oleh Untung. Maka itulah untuk mengurangi bau amis yang menusuk, mereka terpaksa menutupi dengan air kencing mereka. Tapi itu ternyata tak berpengaruh banyak. Air kencing dan darah ternyata merupakan senyawa yang bertalian, sebuah kerabat dekat. Maka bau amis pun akan berubah menjadi bau pesing yang paling menyengat!
Tak sampai di situ, di bagian langit-langit ruangan, terlihat beberapa laba-laba yang terus memperhatikan Untung. Matanya yang besar dan nampak berkilau merah nampak sangat menakutkan di kegelapan seperti ini. Terlebih tanpa takut-takut, mereka kerap turun ke bawah dengan jaringnya, seakan ingin memperhatikan sosok yang ada di bawah mereka lebih dekat.
Dan Untung hanya bisa memejamkan matanya kuat-kuat untuk semua itu. Kini, ia tak lagi bisa bergerak. Tubuhnya masih merasakan rasa perih yang tak berkesudahan. Tadi sewaktu ia dibawa kemari, para marechaussee’ sudah memukulinya hingga ia terpuruk kesakitan.
Setelah itu, siksaan seperti tak pernah habis meradang ditubuhnya. Tak hanya pukulan dan tendangan yang mendera tubuhnya, tapi juga cambukan! Mijnheer Moor bahkan melakukan sendiri padanya.
“Budak tak tahu diri, jadi ini balas budimu pada ik, heh?” ia menjambak rambut Untung.
Dan Untung hanya meringis kesakitan. “Ma... af… mij… nheer… ” ujarnya terpatah-patah di antara darah yang mengalir dari mulutnya.
Tapi apa artinya kalimat itu bagi Mijnheer Moor sekarang? Ia telah begitu murka. Selama ini ia merasa sudah sangat mengistimewakan Untung. Ia mengajaknya menonton sirkus, mengajarinya menembak dan melonggarkan pekerjaannya, agar dapat sekedar bermain-main dengan putrinya.
Sungguh, ia merasa Untung telah menikam dirinya dari belakang. Maka dengan kemarahan yang tak pernah reda, sudah diambilnya sebilah belati dari samping pinggangnya, lalu dengan gerakan kilat ditusukkannya pada lambung Untung.
“Aaaarch…” Untung hanya bisa kembali berteriak. Namun pisau yang telah menancap itu tak langsung dicabut Mijnheer Moor.
“Kau tahu apa hukuman bagi seorang penghianat?” desisnya sembari memutar-mutar belatinya dengan pelan.
Dan Untung tentu saja tak bisa menjawab pertanyaan itu. Hanya teriakannya yang menyayat menyeruak di ruangan pengap itu, menembus dinding-dindng penyekat, membuat penjahat-penjahat lain yang ada di ruangan-ruangan sebelahnya bergidik ketakutan.
Sungguh, saat itu Untung merasa kematiannya telah begitu dekat padanya. Kesakitan seperti ini tak pernah dirasakannya, walau ia telah bertahun-tahun hidup di penampungan budak sekali pun. Maka itulah ia berkali-kali tak sadarkan diri, dan berharap, tak lagi sadar setelah itu…
Beberapa penjahat yang sejak tadi hanya diam, dengan bulu kuduk yang terus merinding, mencoba ke bibir terali, untuk melihat lebih jelas sosok yang mereka anggap akan mati sebentar lagi.
“Apa yang sudah dilakukannya? Hingga penyiksaannya begitu kejam?” seorang penjahat bertanya pada yang lain.
Namun tak ada yang bisa menjawabnya.

*****
Untung kembali bangun saat mendengar suara-suara bergema di situ.
Awalnya ia menyangka bila tahanan-tahanan di ruang sebelah yang kembali mencoba mengajaknya bicara, tapi dugaan itu ternyata salah. Suara itu ternyata berasal dari ujung ruangan yang tak terlihat olehnya. Dan suara itu ternyata adalah… suara seorang perempuan!
Untung tertegun untuk sesaat. Ia seperti sangat mengenal suara itu. Maka ia pun segera mencoba bangkit di antara darah kering disekujur tubuhnya. Namun ia ternyata tak lagi memiliki kekuatan untuk itu. Maka di tengah kesenyapan itu, ia hanya bisa mencoba mendengar suara-suara itu…
“Kau membantahku?” suara perempuan itu terdengar samar-samar dikejauhan.
Untung tertegun. Jelas sekali bila itu… adalah suara Suzanne. Ia begitu mengenalnya. Maka seakan mendapat kekuatan baru, ia berusaha bangkit.
“Ini perintah Mijnheer, Jufrouw! Ia akan digantung esok pagi, jadi tak ada seorang pun yang boleh menengoknya!” suara lain terdengar.
“Dengar, vader akan menghukumnya esok,” suara Suzanne kembali terdengar keras. “Maka aku ingin menemuinya untuk terakhir kali…”
“Tapi, Juffrouw, aku… tak bisa. Mijnheer akan menghukumku…”
“Vader tak akan tahu,” ujar Suzanne lagi. “Aku hanya ingin memberikannya makanan ini untuk terakhir kalinya…”
Lalu untuk beberapa saat tak ada suara tanggapan lagi dari ucapan itu, Selain hening yang ada.
“Baiklah, juffrouw, tapi hanya sebentar saja!” ujar suara itu tak lama kemudian.
Lalu dari balik terali besinya, Untung mulai mendengar suara langkah-langkah kaki mendekat padanya. Sosok Suzanne tak lama kemudian muncul dihadapannya. Ia segera berlari mendekat, namun terali besi menghalangi mereka.
“Kakak,” suara Suzanne terdengar tercekat.
“Engkau… datang, Suzanne,” Untung mencoba tersenyum. Namun bibirnya tak cukup kuat tertarik.
Mata Suzanne seketika berkaca-kaca, begitu melihat pasungan pada tangan Untung. Terlebih saat ia juga melihat luka-luka yang ada pada seluruh tubuh Untung.
“Vader… melakukan ini padamu?” Sungguh, Suzanne tak pernah menyangka ayahnya akan setega ini melakukan penyiksaan terhadap Untung. Air matanya tak bisa dihalangi lagi jatuh dari pelupuk matanya.
“Jangan menangis,” ujar Untung. “Aku… tak apa-apa…”
Suzanne menyeka air matanya. Ia berusaha nampak kuat. Namun ketika matanya kembali menatap luka-luka yang begitu dalam, ia benar-benar tak mampu menahan air matanya.
“Ik mis jou…” ia hanya bisa berujar pelan sambil menjulurkan salah satu tangannya ke dalam sel untuk menyentuh wajah Untung.
“Juffrouw Suzanne,” suara marechaussee’ yang ternyata sejak tadi berdiri tak jauh di belakang Suzanne, terdengar menyela. “Juffrouw berjanji hanya akan mengantarkan makanan itu!”
Suzanne menoleh, “Ya, tentu saja.” Lalu sambil kembali menghapus air matanya, ia segera memberikan mangkuk makanan yang sedari tadi dipegangnya, melalui celah di bawah terali.
“Aku membuatkan kakak sup,” ujarnya terisak. “Makanlah ini hingga benar-benar habis, malam ini. Rasanya yang begitu nikmat seakan membawa kakak menuju Jembatan China…”
“Juffrouw!” suara marechaussee’ itu kembali terdengar dengan sedikit menghardik.
Suzanne mulai bangkit sambil kembali menyeka air matanya. “Aku pergi,” ujarnya sambil menatap untuk terakhir kalinya pada Untung. “Jaga diri kakak baik-baik!”
Lalu sebelum Untung berucap apa-apa lagi, Suzanne sudah berlalu dari situ. Sesaat ia hanya bisa terpaku menatap kepergian Suzanne meninggalkan aroma wangi yang biasa dipakainya. Dan kini, Untung seakan tak ingin menghirupnya secara berlebihan, karena ia tak ingin aroma ini hilang darinya.
Untung kembali terpuruk ke dalam keheningan ruangannya. Tubuhnya seketika kembali lunglai, seakan kekuatannya begitu saja hilang. Yang bisa dilakukannya hanya memandangi mangkuk sup yang ada didekatnya. Tiba-tiba ia kembali teringat ucapan Suzanne…
Aku membuatkan kakak sup. Makanlah ini hingga benar-benar habis, malam ini. Rasanya yang begitu nikmat seakan membawa kakak menuju Jembatan China…
Untung tertegun. Entah mengapa, saat itulah ia baru merasakan kejanggalan ucapan itu. Maka ia pun segera menyendok sup itu dengan gerakan perlahan.
Dan saat itulah ia tertegun. Di antara sayuran-sayuran yang menutupi sup itu, dilihatnya beberapa kunci ada di situ!

*****
Untung mencoba bermeditasi. Beberapa tahun menjadi murid Ki Tembang Jara Driya, ia telah bisa mengalirkan energinya dengan baik ke seluruh tubuhnya. Sebenarnya ia telah melakukan sejak penyiksaan itu dimulai. Maka itulah ia masih bisa hidup sampai sekarang. Kini bahkan darah yang semula tanpa henti mengalir dilambungnya, seakan terhenti oleh desakan enegi murninya. Maka hanya sampai menjelang malam, ia merasakan perih ditubuhnya, sedikit berkurang.
Saat itulah ia kemudian, memutuskan untuk melarikan diri!
Dengan gerakan hati-hati, mulai dikeluarkannya kunci-kunci yang disembunyikannya di salah satu celah tembok ruangannya. Jumlahnya ada sekitar 10 kunci, dan ini pastilah kunci yang dipakai di seluruh ruangan ini. Nampaknya Suzanne tak mau mengambil resiko memberikan kunci yang salah.
Maka Untung pun segera memilih kunci untuk membuka pasungannya. Setelah itu, barulah ia beranjak membuka gembok ruangannya. Sedikit ia meringis, saat lambungnya masih terasa perih terkena gesekan tubuhnya. Tapi Untung berusaha menahannya.
Sesaat, ia mencoba merasakan suara yang ada disekitarnya. Hanya suara dengkur yang bersahutan terdengar dari sel-sel lainnya. Namun suara itulah yang kemudian membuat Untung memutuskan untuk membebaskan tahanan-tahanan lainnya.
“Stttt,” ia mulai membuka salah gembok di pintu berterali itu satu demi satu. “Keluarlah kalian!”
Beberapa orang yang semula tertidur lelap, mulai terbangun satu demi satu. Dalam kondisi temaram, dan belum sepenuhnya tersadar, mereka langsung dapat menduga apa yang kini tengah terjadi.
Maka mereka semua mulai mengendap-endap keluar dari ruangan mereka. Semula Untung tak menyadari berapa banyak jumlah orang yang ada di situ, namun ketika semuanya telah terbangun, dan mulai beranjak ke arah koridor, baru disadarinya kalau jumlahnya cukup banyak. Mencapai 40 orang lebih.
Maka tak bisa dihindari lagi, orang sebanyak itu di dalam ruangan yang sesempit ini dengan penerangan yang begitu temaram, mau tak mau akan menimbulkan juga suara hiruk pikuk yang tertahan. Inilah yang lama kelamaan membuat seorang marechaussee’ yang berjaga, tersadar.
“Tawanan kabuuuur!’ ia berteriak memecah keheningan.
Dari satu suara ini saja, gemanya langsung memenuhi seluruh ruangan, membuat para marechaussee’ yang lain segera terjaga dan menyiapkan senapannya.
“TAWANAN KABUUUUR!” seorang marechaussee’ yang lain kembali berteriak.
Namun sebelum mereka semua benar-benar mengarahkan senapannya, beberapa tahanan yang nampaknya menguasai bela diri segera melompat dan menubruk para marechaussee’ tersebut. Lalu dengan gerakan cepat, mereka segera mematahkan leher para marechaussee’ itu.
Para tawanan semakin merangsek ke luar. Kini dengan bekal beberapa senapan yang berhasil direbut sebelumnya, para tawanan berusaha menembak para marechaussee’ yang mencoba menghalangi.
Pertempuran kecil tak bisa dihindari terjadi di gerbang penjara. Para marechaussee’ yang berjaga di depan gerbang langsung menyambut mereka dengan peluru. Terlebih para marechaussee’ yang ada di atas menara.
Beberapa tahanan seketika rubuh terkena pelor panas. Untung yang menyadari itu segera mengambil tindakan cepat. Dengan lompatan ringan bertumpu dinding benteng, ia segera melompat ke arah menara. Sesekali ia mencoba menghindar, dari bidikan senapan para marechaussee’ tersebut.
Karena bentuk menara yang tak terlalu tinggi, hanya dengan dua kali lompatan lebar, Untung dapat sampai di atas menara dan menaklukkan para marechaussee’ yang ada di situ.
Tindakan itu benar-benar membuat para tahanan segera meluapkan semangatnya. Terlebih saat Untung melemparkan beberapa senapan ke bawah, mereka semakin nampak bersemangat. Mereka tak tahu bila di balik semua itu, Untung kembali memegang lambungnya yang kembali mengeluarkan darah.
Tapi para tahanan sudah terlanjur bersemangat. Mereka terus merangsek ke depan dengan nekad, seakan tak lagi mementingkan nyawa mereka. Langsung diserbunya para marechaussee’ yang tak henti menembaki mereka.
Untung terus memimpin di depan. Sesekali ia membuang matanya di kejauhan, menatap hutan gelap di depannya. Saat itu ia sudah berpikir akan melarikan diri ke sana.
Kelak dari hutan itulah langkah awal baginya menjadi momok paling menakutkan bagi kompeni, hingga puluhan tahun ke depan…

*****

Catatan
Kapiten : Kapten
Lieve schat (bahasa Belanda) : sayang
Vader (bahasa Belanda) : ayah
Mijnheer (bahasa Belanda) : menir, tuan
Juffrouw (bahasa Belanda) : nona

Jumat, 17 Juni 2011

Launch 3 Pendekar di Pro 2 Jogja

Pada tanggal 8 Juni 2011, bersama Kang Nassirun Purwokartun (penulis Penangsang), Bapak Daryanto (penulis Penembahan Senapati), kami berangkat ke Jogja untuk bedah buku di RRI Pro 2. Karena semuanya penulis sejarah maka tajuk di acara itu adalah '3 pendekar dari Solo'.

Dari TS ada Mas Gerry, dan Mbak Wendri. Mas Andri menyusul di Jogja bersama Pak Daryanto. Kami berangkat sejak jam 16.30 dengan mobil dinas TS.

Acara lebih dari 1,5 jam berlangsung seru. ada 3 pertanyaan by phone dan hampir 19 sms yang masuk. Mbak Lulu membawakan acara dengan sangat manis... ;)

Pulangnya kami sempat mampir ke Raminten dan memesan es kelapa muda yang sebesar gentong, dan es dawet yang sebesar piala champion. sampai pulang mas sopir gak berenti2nya tertawa... :)

Rabu, 08 Juni 2011

Untung Surapati dalam Uraian Yudhi Herwibowo

Dan, embusan angin memeradukan tetes-tetes air di atas daun-daun.
Lalu menyatu satu demi satu, lalu bergulir jatuh....


Buku bertema sejarah sepertinya bukan favorit saya
Andai saya mau membaca buku sejarah, walau dibuat menjadi roman sejarah tak lain karena faktor penulisnya. Jika bukan Mas Yudhi, belum tentu buku ini saya lirik. Bukan tidak menghormati pahlawan, tapi memang saya bukan penyuka bacaan sejarah. Saya hanya penyuka karya mas Yudhi yang kebetulan kali ini menulis roman sejarah

Untuk buku kali ini Mas Yudhi mengambil sosok Untung Suropati . Untung Suropati lahir di Bali sekitar tahun 1660 , wafat di Bangil, Jawa Timur pada 5 Desember 1706). Tidak ada yang tahu siapa orang tuanya secara jelas. Dalam buku ini disebutkan ia merupakan anak dari I Gusti Ngurah Jalantik. Saat mengungsi ke daerah barat anak keduanya terpisah dari rombongan. Untung kecil ditemukan oleh para pedagang budak. Ia diberi nama si kurus .

Sejak memiliki si kurus sebagai budak, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Bahkan Moor selamat dari berbagai bahaya. Maka sejak itu si kurus dipanggil Untung. Awalnya Untung, Pande dan Suzane bersahabat erat. Namun sejak Pande memutuskan untuk melarikan diri, hubungan Untung dan Suzane berkembang kearah yang tak terduga.

Tanpa memikirkan resiko dan pandangan masyarakat, seorang anak perempuan petinggi Belanda menjalin kasih dengan bekas budak. Sungguh hal yang memalukan saat itu! Moor sangat marah! Ia menjebloskan Untung ke penjara. Namun dengan bantuan Suzane, Untung berhasil melarikan diri dan mengajak tahanan lainnya.

Berkat ilmu kanuragan yang dipelajarinya dari Ki Tembang, Untung mampu bertahan melawan pasukan yang mengejarnya. Ki Tembang sendiri sudah pernah memberikan peringatan kepada Untung untuk menjauhi Suzane. " Selain itu, ada baiknya engkau ... engkau mencoba menjaga jarak dengan putri majikanmu itu. Kupikir, ini akan baik untuk semuanya ... Tapi, kadang perasaan yang bergerak dari hati kita, sama sekali tak lagi bisa kita halangi ...." Tapi begitulah cinta, siapa yang bisa menolak saat ia melebarkan pesonanya....

Untung dan kawan-kawannya melarikan diri hingga berada di Tanah Mati. Mereka membentuk pasukan dan mulai menjalankan misi mengusir Belanda agar bisa hidup layak di tanahnya sendiri. Mereka mulai melakukan perampokan pada rombongan VOC yang melewati daerahnya. Mereka dikenal dengan sebutan Begal dari Tanah Mati

Walau bagaimana jua....
Kenangan akan cinta selalu membayang-bayangi setiap langkah seseorang
Bahkan langkah seorang Untung sekali pun
Hingga ia harus berhadapan dengan sebuah pilihan
Berkhianat atas nama cinta

atau.....

Bertahan dan meredam cinta
Tentang hati....
Memanglah tak bisa sesederhana itu


Sedikit sekali yang memahami siapa sosok Untung sesungguhnya, buku ini memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai Untung Suropati,yang karena semangat juangnya ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Misalnya saja nama Surapati yang berada di belakang namanya. Surapati merupakan gelar yang diberikan oleh Sultan Cirebon kepada Untung. Untung dan pasukannya membantu Sultan Cirebon menghancurkan keberadaan pos VOC yang dinilai makin menggerogoti kewibawaan kesultanan. Sayangnya aksi tersebut mengusik Raden Surapati, anak angkat sang sultan. Ia tak mengira apa yang dilakukan Untung berdasarkan permohonan ayahandanya. Ia mempermalukan Untung di hadapan orang banyak dengan menuduhnya sebagai gerombolan perampok!

Hal ini jelas membuat sultan sangat murka dan ganti mempermalukannya tanpa sengaja di hadapan orang banyak. Sakit hati, kembali membuat Raden Surapati menyusun sebuah siasat untuk menghabisi Untung. Disewanya pendekar bayaran untuk membunuh Untung. Saat siasatnya terlihat tak berhasil ganti ia membunuh para pendekart bayaran. Tapi kedoknya sudah terlebih dahulu terbuka! Ia dihukum mati atas semua tindakannya. Sebagai ungkapan penyesalan dan tanda terima kasih atas penghancuran pos VOC, Untung diberi gelar Surapati. Seterusnya ia dikenal dengan nama Untung Surapati.

Terus terang saya membutuhkan waktu lama membaca buku ini, sekitar 3 hari! Masalahnya bukan pada kisah yang dituturkan, namun banyak sekali nuansa sejarah yang dipaparkan dengan teramat sangat mendetail. Bagi saya yang tidak menyukai sejarah sungguh menyiksa! Kepala saya jadi terasa cenyut-cenyut meminjam judul sebuah lagu. Buku yang berat! Ingin rasanya saya lewati halaman yang memaparkan sebuah data sejarah. Tapi jika saya lewati tentunya saya tidak bisa mengerti runtutan sebuah peristiwa. Dilema.....!

Walau bagaimana banyaknya nuansa sejarah yang dipaparkan buku ini masih juga mengusung ciri seorang Yudhi. Simak saja kalimat berikut, " Lalu, sebuah perulangan terus terjadi. Bunga yang tumbuh, menguncup, bermekaran, layu kemudian mati. Lalu, kembali tumbuh, untuk menguncup lagi, bermekaran lagi, layu lagi, kemudian kembali mati...... Seiring iring-iringan burung-burung bangau yang masih membelah angkasa secara teratur dan kecipakan ikan yang memainkan nada-nada gembira di sepanjang sungai..."

Ciri lain terlihat pada penamaan bab yang ada dalam buku ini, Perempuan yang Menangis Bersama Rembulan, Sebuah Ikatan di Ujung hari, Dukungan Penuh Gelora, Kabar yang Mengoyak Jiwa, Perempuan Bermata Bunga, Selingkar Cincin Berukir Daun Bertaut, Lelaki yang Menepis Kematiannya, atau Pertemuan di bawah Jejatuhan Daun. Benar-benar bernuansa seorang Yudhi

Syukur banyak cerita segar yang memberi saya kekuatan dalam menuntaskan buku ini. Misalnya saja aneka makanan yang diuraikan dengan bersemangatnya pada halaman 299. Saya jadi merasa berada di Solo. Mungkin saja makanan tersebut justru tidak bisa ditemui di Solo, namun menyebutkan makanan khas daerah Jawa selalu membuat saya merasa rindu pulang ke Solo.

Informasi seputar tokoh yang di tuangkan dalam bagian yang diberi judul karakter sangat membantu saya memahami cerita. Dengan banyaknya tokoh yang berada dalam buku ini, kadang saya sering lupa. Untuk mengatasinya saya tinggal kembali ke bagian awal dan menyegarkan ingatan saya. Gampang dan sangat membantu.

Tembang yang ada, mengingatkan saya pada para eyang kakung. Dahuku saya sering mendengarkan beliau berdua menembang. Jangan tanya saya apa artinya, apa lagi maknanya.Sebagai anak yang dilahirkan dan dibesarkan di Jakarta, kemampuan Bahasa Jawa saya jelas jauh dibandingkan dengan Dion. Apa lagi dahulu saya suka menjaga jarak jika harus berhadapan dengan para eyang, maklum aturannya bisa membuat keringat dingin. Tapi, setiap kali alunan tembang terdengar, saya selalu merasakan suasana nyaman. Lingkungan sekitar terasa berbeda. baru belakangan saya memahami apa isi tembang yang sering mereka dendangkan.

Sesuai prinsip saya, setiap buku yang dibaca harus diselesaikan bagaimana juga.
Setiap buku yang diberikan sebagai hadiah HARUS direview bagaimana juga caranya....! SEMANGAT!

Semoga repiu ala kadarnya tidak terlalu mengecewakan

nuli bakal lahir
sawijining manungsa kang linuwih, kapilih
kang miwiti uripe nyarina batur najis
nanging ing titiwancine piyambake
bakal madeg raja tinresnan
kang bakal kalebu ati marang kawulane
nganti salawase


Ssst Mas Yudhi sudah bisa menulis status di FB sekarang………….?

Review Untung Surapati dari Senda Irawan di Komunitas Baca Buku

Untung Surapati, sebuah nama yang mungkin tidak banyak dikenal atau bahkan dilupakan oleh banyak orang. Sifat begalnya membuat ia tidak tercantum di buku sejarah kebanyakan dan karena inilah penulis kemudian membuat sebuah roman untuk Untung Surapati.
Dalam roman ini penulis membagi cerita dalam tiga fase kehidupan, yang pertama adalah fase Batavia dimana Untung kecil kemudian lahir dan hidup menjadi budak di salah satu petinggi VOC. Yang kedua adalah fase Kartasura, dimana Untung membangun kekuatan kembali dan membuat benteng di Babarong bersama dengan anak buah dan warga sekitar dan fase ketiga adalah fase pelarian terakhir yang diberi title oleh pengarang: Pasuruan.
Penulis memulai sebuah cerita dengan rekaman sejarah, bagian yang biasa dilakukan beberapa penulis yang terikat dengan cerita. Begitupun dengan roman ini, meski sedikit bertele-tele, namun ada ragam informasi berharga yang bisa mengantarkan kita ke tengah-tengah cerita.
Pada fase cerita awal, sedikit membosankan karena kehidupan Untung Surapati hanya seputar rumah, pasar dan kehidupannya sebagai budak. Meski begitu ada bagian-bagian yang menarik yang disajikan oleh penulis, terutama saat Untung dan Pande menjebak prampok.
Selain itu ada kisah tentang Untung yang berguru dengan Ki Tembang. Dari sini tergambar dengan cukup jelas, bagaimana asal muasal Untung menjadi seorang pendekar yang disegani oleh banyak kalangan di kemudian hari. Di fase ini terus terang saya agak merasa jenuh dengan cerita ini, saya pikir bagian cerita Untung tidak terlalu menarik unutk dibahas dengan detil oleh penulis, kalau memang jalan ceritanya hanya seputaran ini saja.
Tapi semua itu salah dan pikiran saya mulai berubah ketika Untung menjadi dewasa, ia kemudian harus menentukan pilihan hidupnya dan berani melawan rintangan pertama dalam hidupnya, menikahi Suzane, anak seorang petinggi Belanda yang juga majikannya. Dari sinilah pelarian pertama kemudian dimulai.
Untung yang sempat di penjara dan di siksa akhirnya lari menuju tanah mati, disinilah ia kemudian membangun kekuatan hingga akhirnya penyerangan pun dimulai.
Di bab tengah cerita Untung semakin pelik karena intrik politik dan cinta kemudian bercampur aduk di situ. Tidak hanya itu ia kemudian dihadapkan oleh pilihan sulit apakah ia tetap menjadi anak buah kompeni ataukah ia harus melawan mereka. Dan pilihan untuk melawan akhirnya menjadi harga mutlak bagi seorang Untung.
Pada bagian Kartasura, Untung kemudian mengalami petualangan yang hebat. Dari istana ke istana ia bertemu dengan para petinggi yang mendukungnya meski diam-diam. Gelar Surapati sendiri akhirnya didapatkan saat ia bertandang ke kraton Cirebon, hingga akhirnya nama Untung Surapati menjadi nama yang banyak diperbincangkan banyak kalangan. Dari sinilah Untung kemudian menjadi semakin dikenal hingga ke Kasusunan Kartasura.
Di sini ia kemudian membangun kekuatan dan membangun benteng di Babarong. Sayangnya semua itu tidak bertahan lama, karena ia diserang hebat oleh VOC karena pengkhianatan dari sahabatnya dan Untung akhirnya harus terusir dari Babarong. Ia kemudian lari menju Pasuruan dan membentuk kekuatan baru.
Di Pasuruan, Untung kemudian membangun kekuatan kembali dengan daerah kekuasaan yang sangat besar. Di sinilah Untung kemudian membangun pasukan dan semangat anti VOC. Sayangnya di tempat inilah Untung akhirnya harus mengakhiri keberuntungannya dan tewas saat penyerangan pasukan gabungan VOC dan Kartasura.

Kesimpulannya

Roman ini saya sangat rekomendasikan untuk dibaca karena keakuratan dari cerita ini cukup kuat. Penulis membawa kita untuk melihat sisi perjuangan Untung dan bagaimana kerasnya Untung menghadapi hidup.
Satu hal yang saya salut dari penulis, adalah kedetilannya menyelipkan tahun-tahun. Ini yang semakin menguatkan jalan cerita bahwa roman yang dibuatnya benar-benar hasil dari observasi matang menyelesaikan roman ini.
Cara penuturan dari Untung Surapati ini sangat enak dan mengalir, penulis menceritakannya dengan gaya bahasa santai dan saya yakin hampir semua kalangan bisa membaca Untung Surapati dengan jelas karena tidak ada gaya bahasa yang dominan di roman ini.
Kalau soal cover, sepertinya kita harus mengacu pada pernyataan Jangan Menilai Buku dari Covernya, karena kalau boleh jujur covernya kurang ok.
Anyway, you must read a book, coz the book it’s so high recomended for u.... :D

Senda
Ketua Komunitas Baca Buku